Kisah perjalanannya ini diceritakan Teddy Kardin saat menjadi tamu Podcast Jaya Suprana Show yang dilihat redaksi, Minggu, 13 Oktober 2024.
Teddy menuturkan, ia bekerja di perusahaan minyak Prancis pada 1988. Berkat ketekunannya, dia mahir dalam urusan navigasi dan survival.
Dari sana ia diajak untuk berbagi keahliannya di bidang navigasi dan survival oleh pasukan elite.
Pada awalnya, Teddy menolak tawaran tersebut karena masih terikat kontrak dengan perusahaan asing.
"Besoknya, komandan Batalyon datang. Namanya Prabowo Subianto. Saya enggak tahu itu menantu presiden (Soeharto,red), biarin aja dia mayor, saya insinyur. Saya pikir setingkat aja. Seumuran lagi," tutur Teddy.
"Saya dengar anda kepake banget sama bule. Masa bantu bule mau, bantu negara sendiri enggak mau? Dibayar berapa sama bule? Saya bayar sama," kata Teddy, menirukan ucapan Prabowo saat itu.
Teddy melanjutkan, Prabowo mengajaknya untuk membantu pasukan TNI dengan argumen bahwa setiap warga negara wajib berkontribusi kepada negaranya. Prabowo pun mempertanyakan nasionalisme Teddy karena sempat menolak untuk membantu.
"Tersinggung saya. Saya enggak terima. Saya langsung hitung tabungan. Dalam hati saya kalau enggak kerja setahun dua tahun enggak habislah. Dua bulan lagi kontrak saya habis. Kalau saya berhenti sekarang, saya kena denda," jawab Teddy ke Prabowo.
"Setelah habis kontrak saya enggak diperpanjang. Saya bantu anda setahun gratis. Itu karena saya tersinggung," kenang Teddy sambil tertawa.
Teddy pun akhirnya mengajar prajurit TNI di berbagai tempat, salah satunya di Gunung Salak, Bogor. Ia berbagi pengetahuan navigasi menggunakan peta dan kompas, yang kala itu belum ada teknologi GPS.
Teddy dan Prabowo juga bekerja sama dalam operasi militer di Timor-Timur. Di sana, mereka sering terlibat dalam diskusi hingga perdebatan sengit, namun Teddy menilai Prabowo sebagai sosok nasionalis yang sangat patriotik.
"Saya sekamar dengan Prabowo waktu di Timtim. Saya jadi tahu karakternya segala macam. Pak Prabowo itu nasionalisme, patriotik, memperhatikan orang kecil. Cuma satu jeleknya, suka marah-marah. Temperamental," ungkap Teddy.
"Saya bertengkar. Saya bukan anak buahnya kok. Saya diminta bantu. 'Kalau bapak enggak suka saya di sini saya pulang'," ancam Teddy.
"Oh bukan begitu. Saya butuh anda. Jangan pulang. Saya yang salah, maaf," kata Teddy kembali menirukan Prabowo sambil tertawa.
Salah satu perdebatan mereka terjadi ketika bekerja di tambang batu bara, di mana Teddy dan Prabowo saling beradu argumen. Meski sempat marah, Prabowo tetap menghargai pendapat Teddy, menunjukkan sisi kepribadian yang tegas namun adil.
"Saya kan geolog, sedang kerja cari minyak. Saya lihat ada batubara, saya periksa harganya sekian, saya bilang, 'mas (Prabowo) pakai perusahaan anda aja'. Dia sudah pensiun waktu itu," jelas Teddy yang juga dikenal sebagai ahli membuat pisau militer.
Namun saat mulai berproses di mana membutuhkan izin pakai lahan perhutanan selain dari izin usaha pertambangan, ada kesalahan dokumen. Sehingga Prabowo perlu tanda tangan ulang.
"Dia bilang, 'saya sudah keluar duit miliaran masih salah'. Saya bilang, 'kapan anda keluar duit miliaran?' Ini kan enggak pake duit. Kan saya yang periksa. TTD kalau enggak ini hangus. Dia TTD, tapi marah tendang meja, saya marah juga, banting pintu," tandas alumnus ITB ini sambil kembali tertawa.
Melalui kisah ini, terlihat bahwa hubungan Teddy dengan Prabowo tidak hanya profesional, tetapi juga penuh dinamika yang menunjukkan komitmen mereka terhadap kepentingan bangsa.
BERITA TERKAIT: