Dalam surat pemberitahuan bernomor B/728/IX/RES.1.6/2024/Reskrim, penyidik menyatakan bahwa Sarlota melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHPidana yang dirilis pada Selasa (24/9).
Insiden penganiayaan terjadi pada 24 Juni 2024, sekitar pukul 12.32 WIT, di Kantor KPUD Nabire, setelah Saverius Tebai mengajukan laporan.
Dalam penjelasannya, Sarlota mengakui bahwa tindakannya dipicu oleh diskriminasi yang sering ia alami di lingkungan kerja.
"Saya sering mendapatkan perlakuan diskriminatif terkait pekerjaan, sehingga emosi saya tidak tertahan," jelasnya.
Menanggapi situasi ini, Bawaslu Kabupaten Nabire telah meminta KPU Papua Tengah untuk menonaktifkan Sarlota dari semua tahapan pemilu hingga masalah ini selesai.
"Kami masih menunggu respon dari KPU Papua Pegunungan," ujar Koordinator Divisi HP2H Bawaslu Nabire, Anton Wambrauw.
Sementara, Ketua KPU Papua Tengah, Jenifer Darling Tabuni, optimis bahwa masalah ini dapat diselesaikan.
"Kami akan menyelesaikannya. Masalah ini tidak akan mengganggu kinerja KPUD Nabire," tegasnya.
Ia juga mengimbau agar kedua belah pihak dapat menyikapi situasi dengan lebih dewasa dan saling memaafkan, serta berupaya untuk kembali bekerja sama.
"Perbedaan pendapat itu wajar. Jika ada kekurangan, sebaiknya dibicarakan secara internal," tambahnya.
BERITA TERKAIT: