Demikian ditegaskan Ketua MPR Bambang Soesatyo ketika memberikan sambutan pada acara penyerahan surat MPR tentang tindak lanjut tidak berlaku TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 kepada keluarga Soekarno, di Ruang Delegasi Gedung Nusantara V MPR, Senayan, Jakarta, Senin (9/9).
Serah terima surat dihadiri langsung putra dan putri Soekarno, yakni Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra.
Bamsoet mengatakan telah menerima surat dari Menteri Hukum dan HAM perihal tidaklanjut tidak berlakunya TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 atau yang dikenal TAP MPRS 33/1967. Setelah melakukan rapat, pimpinan memutuskan untuk mengabulkan surat tersebut.
"TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 telah dinyatakan sebagai kelompok Ketetapan MPRS yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan," ujar Bamsoet dalam sambutannya.
Meski sudah dicabut, Bamsoet menyadari ada persoalan yang bersifat psikologis dan politis terkait tuduhan yang termaktub pada konsideran TAP MPRS 33 huruf (c) yang intinya menuduh Presiden Soekarno telah memberikan kebijakan yang mendukung pemberontakan dan pengkhianatan G30S/PKI.
Di sisi yang lain, perintah kepada Pejabat Presiden untuk menyelesaikan persoalan hukum menurut ketentuan hukum dalam rangka menegakan hukum dan keadilan kepada Bung Karno atas tuduhan tersebut sebagaimana perintah pasal 6 TAP MPRS Nomor XXXIII/MPR/1967 tidak pernah dilaksanakan sampai akhirnya Bung Karno wafat tanggal 21 Juni 1970 dalam status tahanan politik di Wisma Yaso Jakarta.
Dengan demikian, secara juridis tuduhan bahwa Soekarno terlibat G30S PKI tidak pernah dibuktikan menurut hukum dan keadilan serta telah bertentangan dengan prinsip Indonesia sebagai negara yang berdasar atas hukum.
Hal itu sesuai ketentuan Pasal 1 ayat 3 UUD NRI 1945. Dalam prinsip hukum berlaku Omnis Idemnatus pro innoxio legibus habetur” atau setiap orang yang tidak dapat dinyatakan bersalah sebelum dinyatakan sebaliknya oleh hukum. Sebuah maxim yang bermakna bahwa seseorang yang dituduh melakukan kejahatan atau tindak pidana adalah tidak bersalah sampai kemudian dapat dibuktikan sebaliknya dalam suatu pengadilan yang fair atau adil, atau dengan kata lain bahwa seseorang tidak dapat dihukum tanpa proses hukum yang adil dan fair.
Berikutnya, pada 2012 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Keputusan Presiden Nomor 83/TK/Tahun 2012 telah menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional kepada Almarhum Dr. (H.C.) Ir. Soekarno. Pertimbangan pemberian gelar Pahlawan Nasional tersebut antara lain adalah Bung Karno merupakan putra terbaik yang pernah dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Pasal 25 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan menyebutkan salah satu syarat pemberian gelar Pahlawan Nasional yaitu setia dan tidak pernah mengkhianati bangsa dan negara.
"Artinya seseorang yang semasa hidupnya pernah melakukan penghianatan kepada bangsa dan negara tidak akan pernah memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional," katanya.
"Dengan demikian, ditetapkannya Keputusan penganugerahan gelar pahlawan nasional oleh negara kepada Bung Karno secara administrasi dan yuridis Bung Karno memenuhi syarat tidak pernah mengkhianati bangsa dan negara," demikian kata Bambang Soesatyo.
BERITA TERKAIT: