Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kenaikan Tarif Cukai Berpotensi Picu Maraknya Rokok Ilegal

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/widodo-bogiarto-1'>WIDODO BOGIARTO</a>
LAPORAN: WIDODO BOGIARTO
  • Senin, 24 Juni 2024, 09:37 WIB
Kenaikan Tarif Cukai Berpotensi Picu Maraknya Rokok Ilegal
Politikus Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono/Ist
rmol news logo Pemerintah agar bijak dalam menyusun kebijakan, karena tembakau dan kegiatan merokok sudah menjadi bagian kehidupan masyarakat. Sehingga naiknya cukai rokok akan menyebabkan dampak yang sangat luas pada perekonomian wilayah sekitarnya.


"Jika cukai rokok terus dinaikkan maka dampaknya bukan hanya dirasakan oleh perokok itu sendiri tapi juga pada ekosistem yang terhubung dengan perokok," kata politikus Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono (BHS) dalam keterangannya, Senin (24/6).

Pertama yang terkena dampak adalah belanja rumah tangga. Hal ini akan berujung kepada semakin berkurangnya belanja bahan pangan bergizi kebutuhan keluarga tersebut.

"Apakah perokok mengurangi jumlahnya, atau menurun ke rokok yang lebih murah, yang artinya akan memperluas pasar rokok ilegal atau mereka akan tetap membeli rokok yang sama walaupun dengan harga yang lebih mahal, yang berkonsekuensi pada berkurangnya jatah belanja rumah tangga," kata BHS.

Kalau belanja rumah tangga berkurang, maka pengatur belanja rumah tangga atau istri dari pria perokok akan mengurangi keperluan pribadi hingga kebutuhan rumah tangga.

"Jika yang dikurangi adalah belanja bahan pangan, maka besar kemungkinan akan berujung pada berkurangnya bahan nutrisi pada daftar belanja rumah tangga. Artinya, potensi stunting akan meningkat," kata BHS.

Dampak kedua adalah jika cukai naik dan pembeli rokok menurun maka akan mempengaruhi kelompok usaha yang selama ini terhubung dengan para perokok.

Dampak ketiga adalah jaringan industri rokok. Mulai dari pabrik rokok, buruh pabrik, petani tembakau, buruh di perkebunan tembakau, hingga pelaku usaha di sekitar pabrik rokok. Seperti rumah sewa, pedagang makanan di sekitar pabrik, hingga warung kecil yang selama ini memenuhi kebutuhan para buruh pabrik.

"Jika penjualan rokok menurun akibat naiknya harga rokok dan masifnya rokok ilegal, maka tak tertutup kemungkinan akan terjadi kebangkrutan pabrik rokok, yang ujungnya pemutusan hubungan kerja untuk sekitar 6 juta buruh di sektor tersebut," kata BHS.

Belum lagi potensi kehilangan mata pencarian dari para buruh petani rokok, yang jumlahnya sekitar 3 hingga 4 juta orang.

"Artinya, perkebunan tembakau yang tutup, akan mengakibatkan penurunan kesejahteraan di wilayah perkebunan tersebut," kata BHS.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA