"Saya menekankan, untuk mempercepat beroperasinya kembali ke 15 kapal LCT yang ada di dermaga plensengan, sebagai pengangkut alat berat yang sempat terjebak dalam kemacetan," kata Bambang melalui keterangan tertulisnya, Minggu 20 Juli 2025.
Bambang menargetkan seluruh alat berat dan kendaraan yang terjebak kemacetan sudah bisa terangkut semuanya dan prosesnya bisa cepat dilancarkan. Apalagi, ke-15 kapal LCT tersebut sudah memiliki sertifikat kesempurnaan setelah kapal turun dok dan beberapa kali dilakukan rampcheck di angkutan lebaran dan setiap jam keberangkatan sebelumnya kapal-kapal LCT tersebut sudah mendapatkan surat izin berlayar sehingga bisa dianggap kapal tersebut laik laut beroperasi.
Selain itu, Bambang juga mendorong percepatan penyesuaian tarif angkutan penyeberangan yang saat ini sudah tertinggal untuk segera disesuaikan guna mendukung pemenuhan biaya standarisasi keselamatan dan pelayanan minimum.
Ia menekankan pentingnya ticketing bagi penumpang kendaraan dan pengemudi yang saat ini sesuai aturan KM 58 tahun 2003 tidak diberlakukan, harus segera diubah dengan aturan baru yang mewajibkan penumpang kendaraan dan pengemudi harus bertiket agar manifest tidak rancu seperti saat kejadian di tenggelamnya KMP Tanu Pratama Jaya di Perairan Selat Bali.
Ia juga mendorong penyesuaian tarif untuk menunjang operasional perusahaan pelayaran dalam memenuhi standarisasi keselamatan, keamanan, kenyamanan, dan pelayanan minimum bagi kapal-kapal penyeberangan yang saat ini sudah tertinggal lebih dari 38 persen berdasarkan perhitungan pemerintah (Kementerian Perhubungan, Kementerian Menko Marvest), YLKI dan Asosiasi Gapasdap pada 2019.
Selain itu, kata Bambang, penganalisaan suatu kecelakaan tidak hanya pada operator saja tetapi harus totalitas kepada semua stakeholder keselamatan mulai regulator (pemerintah), fasilitator (kepelabuhanan), operator dan konsumen yang bisa berkontribusi terhadap keselamatan.
"Ditambah lagi unsur penyelamatan (coastguard KPLP, Basarnas, Bakamla, Polair) yang saat ini perlu diintensifkan dengan menstandarisasikan kualitas penyelamatan dari sisi respon time harus tidak lebih dari 25 menit sebagaimana UU No 29 tahun 2014," kata Bambang.
Hal ini bisa ditentukan oleh SDM dan peralatan yang cukup agar garda terakhir penyelamatan bisa dilakukan dan pemerintah hadir di situ. Tidak seperti penyelamatan KMP Tunu Pratama Jaya yang hampir 95 persen dilakukan oleh para nelayan.
"Saya memberikan apresiasi dan penghargaan kepada 16 nelayan yang telah menemukan 26 korban baik yang hidup maupun meninggal dunia," kata politikus Partai Gerindra ini.
Mendesak juga pembenahan fasilitas kepelabuhanan, terutama fasilitas dermaga yang memenuhi syarat dengan perlindungan
break water, agar kapal tidak terganggu arus laut dan peralatan pengukuran berat muatan kendaraan serta jenis-jenisnya untuk menunjang pemuatan dan penempatan kendaraan di kapal guna mengatur stabilitas dan daya apung kapal penyeberangan yang memuatnya agar terhindar dari stabilitas negatif seperti yang dialami KMP Tunu Pratama Jaya.
Ia berharap Kementerian Perhubungan untuk segera menggelar kampanye keselamatan (Safety Campaign) dan menginformasikan kepada masyarakat bahwa keselamatan kapal penyeberangan sudah diatur dengan regulasi yang ketat bahkan terkesan highly regulated dibandingkan dengan negara-negara lainnya, karena keselamatannya mengacu kepada aturan SOLAS (Safety of Life at Sea) karena ratifikasi IMO (International Maritime Organization).
“Diharapkan, benih-benih kecelakaan bisa dihindarkan dan diharapkan angkutan penyeberangan bisa menuju ke
zero accident,” demikian Bambang.
BERITA TERKAIT: