Hal tersebut menjadi satu pokok bahasan yang disampaikan Ketua Umum FAN Bursah Zarnubi, dalam diskusi publik bertajuk "Desain Baru Geopolitik Dan Kekuatan Sumber Daya Indonesia Menghadapi Pertarungan Antar Negara Adikuasa", yang digelar di kawasan Tegal Parang, Jakarta Selatan, Sabtu (1/6).
Bursah mengungkapkan, pada saat ini, setidaknya terdapat beberapa konflik dan perang yang berpotensi meningkat eskalasinya menjadi perang antar bangsa. Pertama, perang antara Rusia dan Ukraina. Kedua, perang antara Israel dengan Palestina.
"Perang ini dikutuk dunia karena Israel melakukan genosida terhadap rakyat palestina, ditambah konflik Iran-Israel. Selain itu juga terjadi meningkatnya ketegangan di laut China Selatan, China dan Taiwan, Korea Utara dan Korea Selatan," ujar Bursah.
Dia memandang, situasi politik dunia saat ini akan turut mempengaruhi kondisi di dalam negeri, sehingga diperlukan persiapan baik dari pemerintahan Joko Widodo yang masih akan berjalan sampai Oktober tahun ini, maupun pemerintahan selanjutnya hasil pemilihan umum (Pemilu) 2024.
"Indonesia di era Jokowi dan era Presiden terpilih Prabowo memerlukan telaah dan antisipasi terhadap kemungkinan negara ini menjadi arena perebutan sumber daya alam yang melimpah, namun belum dikelola dengan baik dan berbasis pada kedaulatan nasional Indonesia," tutur Bursah.
"Kebijakan Indonesia sentris dengan hilirisasi, industrialisasi belum memadai untuk mewujudkan Indonesia yang maju dan menjadi 10 besar kekuatan global di 100 tahun Indonesia pada 2045," sambungnya.
Sementara di kesempatan yang sama, Pengamat Militer dan Pertahanan Connie Rahakundini Bakrie mengatakan, tren modernisasi pertahanan berpotensi memicu perlombaan senjata meningkatkan ketegangan di kawasan termasuk di Asia Pasifik, dimana ada pemain besar utama seperti China dan Amerika.
"Untuk mengantisipasi geopolitik ini, negara kawasan dapat secara aktif mencari kerja sama alternatif termasuk pengaturan minilateral," tuturnya.
"Indonesia harus segera merubah diri dari pendekatan reaktif pasif defence untuk fokus menuju pendekatan offensive defence yang lebih dinamis, untuk mendorong visi poros maritim dunia yang mampu menghadapi supremasi aukus yang akan muncul," imbuhnya.
Sementara hal senada disampaikan Anggota Komisi I DPR RI Sukamta. Dia menegaskan politik bebas aktif yang dianut Indonesia harus bergerak pada visi yang jelas untuk national interest, karena dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) belum ada national interest yang jelas.
"Negara lain di kawasan telah beralih pada hitech industri, sedangkan kita masih fokus pada pembangunan infrastruktur toll dan saat ini pembangunan IKN, harus di hindari betul jika ini berbasis proyek untuk habis budget akibat kekurangan imajinasi," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: