Namun, menurut Anies diperlukan upaya dialog bersama di antara semua pemangku kepentingan. Karena jika tidak dilakukan secara hati-hati justru akan berdampak negatif bagi ojol itu sendiri.
Di beberapa negara, lanjut Anies, yang sudah beroperasi ojol atau taksi online, belum ada yang memiliki regulasi yang pas untuk industri ini.
Dia mencontohkan negara seperti Spanyol yang menerapkan regulasi ojol menjadi karyawan perusahaan dengan harapan para pekerja tersebut mendapat kepastian dari sisi pekerjaan dan pendapatan.
“Namun pada realitanya, justru membuat perusahaan aplikator tutup dan hengkang karena beban biaya yang membengkak, harga naik, dan demand turun,” jelas Anies dalam keterangannya, Senin (29/1).
“Kami melihat di beberapa negara, kami melihat mereka menjadikan ojol sebagai karyawan pekerja online. Ketika itu dimasukkan menjadi pekerja, itu justru yang terjadi adalah peningkatan biaya, dan membuat beberapa perusahaan memutuskan keluar dari bisnis (operator) atau bangkrut,” tambahnya.
Oleh karena itu, dia menekankan, bahwa ojol memang merupakan pekerja namun independensi harus tetap dijaga dan para pekerja ini mendapatkan hak-hak sepenuhnya.
Anies mengatakan dalam setiap membuat aturan, utamanya mengenai hubungan industrial, tetap harus ada prinsip keadilan.
“Kita akan menjaga prinsip keadilan itu. Bahkan saya membayangkan dibuatkan BPJS Ketenagakerjaan khusus ojol,” imbuhnya.
Untuk itu, jika terpilih, pemerintah dengan para stakeholders terkait harus duduk bersama dalam merumuskan kebijakan mengenai industri ojol ini.
“Sampai saat ini belum ada pola yang tepat. Harus cari
win-win solution, duduk bersama ojol dan aplikator, negara harus hadir,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: