Akibatnya, negara donor Barat, seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia, Inggris, Jerman, Italia, Belanda, Swiss dan Finlandia, menghentikan pendanaan mereka ke badan itu.
Merespon tuduhan dan sikap para donor, Sekjen PBB, Antonio Guterres, Minggu (28/1), berjanji membawa kasus staf UNRWA ke jalur hukum.
“Setiap pegawai PBB yang terlibat aksi teror akan dimintai pertanggungjawaban, termasuk melalui tuntutan pidana,” katanya, dalam sebuah pernyataan, seperti dimuat Asia One.
Tetapi Guterres memohon kepada pemerintah negara-negara lain agar tetap mendanai UNRWA, karena kondisi para staf di badan tersebut dalam bahaya, jika pendanaan diberhentikan.
"Banyak di antara para staf UNRWA berada dalam situasi paling berbahaya bagi pekerja kemanusiaan. Mereka tidak boleh dihukum," tegasnya.
Pada kesempatan itu Guterres juga mengungkap, total staf yang diduga terlibat pada aksi serangan Hamas ada 12 orang.
"Sembilan orang telah diberhentikan, satu orang dipastikan tewas, dan dua orang sedang diklarifikasi," rincinya.
Sehari sebelumnya, negara-negara sekutu Barat yang mendukung Israel serempak menghentikan pendanaan mereka terhadap UNRWA, tak lama setelah Israel melaporkan bahwa sejumlah staf di badan itu terlibat serangan 7 Oktober lalu.
Ketua UNRWA, Philippe Lazzarini, mengecam penyetopan donor, karena berdampak pada banyak orang tidak bersalah, terlebih terjadi di tengah perang.
"Ini tuduhan pada individu. Sangat tidak bertanggung jawab jika memberikan sanksi kepada sebuah badan dan seluruh komunitas yang dilayani," tegasnya.
Sebab itu Lazzarini mendesak negara-negara donor untuk mempertimbangkan kembali penangguhannya.
“Kehidupan masyarakat di Gaza bergantung pada dukungan ini, begitu pula stabilitas regional,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: