Begitu kata analis sosial politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menanggapi debat pertama capres yang telah diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Selasa (12/12).
"Debat capres secara umum cukup menarik, tetapi lebih terlihat sebagai forum konfirmasi visi-misi capres yang tertulis, tidak mendalami isu-isu penting terkait hukum, HAM, korupsi, dan demokrasi," kata Ubedilah kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (15/12).
Misalnya, kata Ubedilah, tidak ada pendalaman mengenai isu hukum tertentu yang krusial, seperti kasus Sambo, kasus TPPU hingga Rp340 triliun, pelanggaran HAM berat era ’98 dan era Jokowi, problem hukum yang tumpul ke atas tajam ke bawah, atau korupsi politik dalam pemilu, termasuk korupsi yang merajalela atau KKN di lingkaran elit kekuasaan.
"Ketidakmendalaman itu diperparah dengan peran yang tidak optimal dari para panelis," tutur Ubedilah.
Terkait dengan penilaian terhadap masing-masing calon presiden, Ubedilah menilai, debat pertama dimenangkan oleh Capres Nomor Urut 1, Anies Baswedan, runner-up Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto di posisi ketiga.
"Namun perlu diingat, kemenangan dalam debat tidak menjadi ukuran untuk memenangkan pilpres. Efek debat akan terjadi massif jika ada amplifikasi narasi debat capres ke publik secara luas dan mudah dimengerti oleh rakyat secara umum,” tutupnya.
BERITA TERKAIT: