Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan sebagai pihak Pelapor, meminta Bawaslu RI untuk mementahkan jawaban atau eksepsi KPU RI atas perkara yang diregistrasi dengan nomor 010/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/XI/2023 itu.
Dosen hukum Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini mewakili Pelapor mengatakan, Pasal 18 ayat 2 Peraturan Bawaslu 8/2022 mewajibkan pihak Pelapor atau Terlapor untuk melampirkan surat kuasa apabila berhalangan hadir dalam sidang.
"Karena tidak ada surat kuasa khusus yang kami lihat maka mohon seluruh jawaban terlapor dianggap tidak pernah ada dalam persidangan ini," ujar Titi di Ruang Sidang Kantor Bawaslu RI, Jalan MH Thamrin, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (23/11).
Di samping itu, Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) itu menyinggung soal syarat keterwakilan perempuan yang juga diperhatikan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI.
Pasalnya, Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan juga telah mengambil langkah peradilan etik, sebagai bentuk tuntutan kepada KPU menjalani putusan Mahkamah Agung (MA) 24/ P/HUM/2023.
Hasil dari peradilan etik di DKPP, diulas Titi, pada intinya memerintahkan KPU mengubah bunyi Pasal Pasal 8 ayat (2) huruf a Peraturan KPU 10/2023, sebagaimana juga diamanatkan MA dalam putusan itu.
Pasalnya, ketentuan dalam PKPU itu mengatur penerapan mekanisme penghitungan pembulatan ke bawah, yang dampaknya keterwakilan 30 persen calon anggota legislatif (caleg) tak terpenuhi.
"Dari putusan DKPP Nomor 110 tahun 2023 menegaskan, bahwa agenda
affirmative action adalah agenda demokrasi yang harusnya ditegakkan oleh Pelapor dalam hal ini sebagai penyelenggara pemilu, yaitu KPU," jelas dia.
Oleh karena KPU tak kunjung menjalankan putusan MA itu dengan merevisi pasal terkait dalam PKPU 10/2023 tentang Pencalonan Anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, maka koalisi meminta Bawaslu untuk menyatakan adanya pelanggaran administrasi dalam penetapan daftar calon tetap (DCT) DPR RI oleh KPU.
Terlebih, dia juga memandang ketidakhadiran pimpinan KPU RI dalam sidang lanjutan yang digelar Bawaslu hari ini, membuktikan sikap acuh KPU terhadap putusan hukum yang ada.
Sehingga, dampak dari sikap KPU itu membuat keterwakilan perempuan tak sesuai Pasal 245 UU 7/2017 juncto Pasal 8 ayat (1) huruf c Peraturan KPU 10/2023 juncto Putusan Mahkamah Agung 24/ P/HUM/2023.
Karena, koalisi mencatat hanya sebanyak 266 caleg perempuan dari 18 partai politik yang ditetapkan KPU RI, dari total 1.512 DCT yang tersebar di 84 daerah pemilihan (dapil).
"Kami mengkritik, menyesalkan, dan sangat menyayangkan serta kecewa atas ketidakhadiran Terlapor yang sudah dua kali sidang," tegasnya.
"Jadi dengan adanya fakta persidangan ini, publik bisa menilai sesungguhnya tidak ada itikad baik dari Terlapor untuk menegakkan
affirmative action, sebagai agenda demokrasi dalam penyelenggaraan pemilu kita," demikian Titi menambahkan.
BERITA TERKAIT: