Dengan demikian, semua instansi tidak boleh menolak ijazah pesantren apabila recquirement-nya terpenuhi, termasuk lembaga kepolisian, TNI, dan sekolah kedinasan. Yang menyebabkan alumni pesantren tidak lolos seleksi adalah ujian, bukan syarat administratif atau legalitas ijazah.
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, KH Abdul Ghofur Maimoen mengatakan, setelah negara memberikan pengakuan penuh, maka kini pesantren tak lagi menghadapi isu rekognisi negara, akan tetapi kualitas lulusannya.
Gus Ghofur meminta semua pihak memahami substansi UU Pesantren yang memberikan derajat setara antara pendidikan formal dan non formal.
"Secara umum alumni pesantren dan sekolah umum derajatnya sama, hanya dibedakan pada pilihan spesialisasi atau kompetensi bidang," kata Gus Ghofur dikutip Rabu (22/11).
Peristiwa penolakan ijazah pesantren sempat terjadi di Kabupaten Blora, Jawa Tengah pada 2021 lalu, di mana seorang perangkat desa bernama Akhmad Agus Imam Sobirin (41) yang telah lulus serangkaian ujian tidak dapat dilantik sebagai Sekretaris Desa.
Pemkab Blora menganulir kelulusan Agus Imam Sobirin sebagai perangkat desa Turirejo, Kecamatan Jepon, hanya karena lulusan pesantren, tanpa memiliki ijazah formal.
Padahal mantan santri KH Maimun Zubair di Pesantren Al-Anwar, Sarang, Kabupaten Rembang, ini telah lolos tes komputer dengan nilai 80 atau paling tinggi di antara 26 peserta lainnya. Ia pun tidak mengalami masalah saat pendaftaran, seleksi administratif, hingga serangkaian tes.
Ternyata ijazah pesantren tidak diakui dalam Peraturan Bupati Blora Nomor 36 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Blora Nomor 37 Tahun 2017 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Blora Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Perangkat Desa. Di situ disebutkan perangkat desa harus memiliki ijazah formal. Penolakan ini menimbulkan polemik hingga bergulir ke PTUN.
Gus Ghofur berharap saat ini semua pihak lebih mengerti tentang rekognisi pemerintah terhadap pesantren. Sehingga alumni pesantren dapat melanjutkan ke mana pun atau melamar ke instansi mana pun baik negeri maupun swasta, tanpa harus mengikuti ujian persamaan Kemendibud atau Kemenag.
"Sebagai langkah lanjutannya, pesantren kini tengah berproses menuju standarisasi mutu agar tetap diakui masyarakat sebagai lembaga pendidikan unggul," demikian Gus Ghofur.
BERITA TERKAIT: