Jurubicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri mengatakan, berdasarkan informasi yang diperoleh, aliran uang korupsi yang mengalir kepada dua lembaga survei tersebut mencapai ratusan juta rupiah.
"Kami akan konfirmasi kembali kepada beberapa pihak ya, apakah kemudian dugaan aliran uang dari tersangka ini dalam rangka untuk menaikkan elektabilitasnya dia ketika mencalonkan sebagai gubernur, termasuk mencalonkan sebagai anggota DPR, apakah ada kaitan dan lain-lainnya, tentu nanti kami akan dalami," ujar Ali kepada wartawan di Gedung ACLC C1 KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (4/7).
Dari informasi dan data tersebut kata Ali, pihaknya lantas melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap petinggi Poltracking dan Indikator.
"Maka kami panggil sebagai saksi untuk dikonfirmasi apakah benar ada aliran uang yang ratusan juta itu yang diberikan oleh beberapa pihak atas perintah dari tersangka Bupati. Artinya memang, untuk kepentingan pribadi kan, jadi bukan berkaitan dengan tugas-tugas kedinasan dari Bupati itu sendiri," kata Ali.
Selain itu, Ali membenarkan bahwa total uang yang diterima kedua lembaga tersebut mencapai Rp600 juta atau masing-masing sebesar Rp300 juta.
"Iya ratusan juta informasi yang kami peroleh. Ya lebih dari Rp300 jutaan ya. Tapi nanti kami akan konfirmasi kembali," pungkas Ali.
Sebelumnya, pada Senin (3/7), KPK telah memeriksa Manager Keuangan PT Poltracking Indonesia, Anggraini Setio Ayuningtyas. Dia didalami terkait dugaan pembayaran survei elektabilitas untuk menaikkan pamor tersangka Ben Brahim dalam rangka maju Pilgub Kalteng.
Sepekan sebelumnya, petinggi Poltracking Indonesia lainnya juga sudah diperiksa, yakni Direktur Keuangan PT Poltracking Indonesia, Erma Yusriani. Selain dia, tim penyidik juga sudah memeriksa Direktur Keuangan PT Indikator Politik Indonesia, Fauny Hidayat.
Keduanya didalami soal aliran uang korupsi yang dipergunakan untuk pembiayaan polling survei pencalonan Ben Brahim sebagai kepala daerah, maupun pencalonan anggota legislatif untuk Ary Egahni.
Berdasarkan sumber
Kantor Berita Politik RMOL, masing-masing lembaga survei tersebut menerima uang sekitar Rp300 juta sebagai pembayaran untuk polling survei.
Sumber tersebut mengatakan, uang Rp600 juta untuk kedua lembaga survei itu berasal dari para Kepala Dinas (Kadis) di Pemkab Kapuas dengan cara patungan dari pos anggaran masing-masing SKPD atas perintah dari Ben Brahim dan istrinya, Ary Egahni yang juga tersangka dalam perkara dugaan korupsi ini.
Uang itu diduga diberikan dengan tujuan agar elektabilitas Ben Brahim dan istrinya menjadi baik agar dipilih oleh masyarakat dalam penyelenggaraan Pilbup Kapuas, Pilgub Kalteng, maupun Pileg DPR RI.
Ben Brahim diduga menerima fasilitas dan sejumlah uang dari berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Pemkab Kapuas, dan dari pihak swasta selama menjadi Bupati Kapuas selama dua periode.
Sedangkan Ary Egahni diduga aktif turut campur dalam proses pemerintahan, antara lain dengan memerintahkan beberapa kepala SKPD untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dalam bentuk pemberian uang dan barang mewah.
Sumber uang yang diterima Ben Brahim dari Ary berasal dari berbagai pos anggaran resmi di SKPD Pemkab Kapuas. Fasilitas dan sejumlah uang yang diterima digunakan oleh Ben Brahim untuk biaya operasional saat mengikuti Pilbup Kapuas, Pilgub Kalteng, termasuk keikutsertaan Ary dalam Pileg DPR RI tahun 2019 dari Partai Nasdem.
Dari beberapa sumber penerimaan uang itu, jumlah uang yang diterima Ben Brahim dan Ary sekitar Rp8,7 miliar. Uang itu juga digunakan untuk membayar dua lembaga survei nasional, yakni lembaga survei Poltracking Indonesia dan Indikator Politik Indonesia.
BERITA TERKAIT: