Pertama opsi merelokasi Depo Pertamina Plumpang ke lahan milik Pelindo di Kali Baru, Jakarta Utara. Opsi ini disampaikan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir. Katanya, proses pemindahan baru akan siap pada akhir tahun 2024.
Namun Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menolak usulan tersebut. Dia memberi opsi agar warga di sekitaran Depo Pertamina Plumpang yang dipindah. Alasannya karena area kosong atau
buffer zone tidak seharusnya diisi orang, tapi pada kenyataannya justru wilayah itu dihuni beberapa kepala keluarga.
Bagi Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule, perbedaan sikap ini terjadi karena tidak adanya ketegasan pemerintah menjaga zona aman. Keputusan yang diambil seolah dominan kepentingan politik.
“Dua menteri Jokowi beda sikap. Erick Thohir pilih relokasi depo, Luhut pilih relokasi warga. Ini dilema karena sejak awal tidak ada ketegasan pemerintah menjaga zona aman, dominan kepentingan politik,†tuturnya kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (8/3).
Menurutnya, kebijakan tentang Depo Pertamina Plumpang harus dipikir secara matang. Jika hendak relokasi depo, maka perlu diperhatikan bahwa pembangunan tersebut membutuhkan waktu paling cepat 2,5 tahun. Sementara depo Plumpang memasok sebesar 20 persen kebutuhan BBM nasional.
Hal yang sama sulit ketika harus memindah depo ke tanah milik Pelindo. Sebab tanah Pelindo di Jakarta juga akan bersinggungan dengan rumah warga.
“Bahkan akan menggusur warga yang bersurat, mempunyai kepemilikan atas tanah yang sah,†sambungnya.
Jika opsi relokasi depo yang dipilih, Iwan Sumule menyarankan tempat yang jauh dari pemukiman warga DKI Jakarta. Tempat yang cocok itu ada di lokasi reklamasi.
“Kalau opsi relokasi depo yang dipilih, mungkin baiknya Depo Plumpang direlokasi ke salah satu pulau reklamasi,†tutupnya.
BERITA TERKAIT: