Secara hitung-hitungan ekonomi, pembangunan infrastruktur yang direncanakan terbangun pada Januari 2023 oleh Presiden Jokowi tidak masuk akal, dan juga tidak bisa dipaksakan mengingat kondisi keuangan negara saat ini belum stabil.
“Kalau mau digenjot dengan penugasan BUMN, siapa yang siap? Banyak BUMN Karya sedang berdarah likuiditasnya, dan kerepotan mengurus proyek selain IKN,†ujar Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios), Bhima Yudhistira kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (24/2).
Ia mengurai, terdapat empat BUMN Karya yang mengalami lilitan utang. Bahkan tercatat, jumlah total utang BUMN Karya mencapai Rp 125,8 triliun pada Kuartal III-2022.
Jika dirinci dari jumlah total itu, utang terbanyak ada di PT Waskita Karya Tbk sebesar Rp 82,40 triliun, PT PP (Persero) Tbk Rp 43,42 triliun, PT Wijaya Karya (persero) Tbk Rp 56,75 triliun, dan PT Adhi Karya Tbk Rp 31,58 triliun.
Melihat beban utang empat BUMN Karya tersebut, Bhima menilai dampak serius, apabila pembangunan IKN dipaksakan, itu ada pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“APBN akan boros hanya untuk IKN. APBN jadi tidak memiliki ruang yang cukup untuk stimulus sektor ekonomi yang berdampak langsung ke masyarakat,†tuturnya.
Maka dari itu, kebijakan pemerintah terkait dengan pembangunan IKN akan mengubah pandangan masyarakat terhadap citra pemerintahan dan juga Presiden Jokowi.
“Tekanan likuiditas dan naiknya beban utang BUMN karya. Memunculkan distrust bagi investor untuk kerjasama proyek infrastruktur dengan BUMN,†demikian Bhima menambahkan.
BERITA TERKAIT: