Hal itu disampaikan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej seusai mendampingi Koalisi Masyarakat Sipil untuk UU PPRT bertemu Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Rabu kemarin (31/8).
"Urgensi dari RUU PPRT sebenarnya hanya ada dua. Pertama adalah suatu recognize, suatu pengakuan terhadap pekerja rumah tangga, dan yang kedua yang terpenting adalah perlindungan terhadap PRT itu sendiri," kata Eddy, sapaan akrab Wamenkumham itu.
Eddy menyatakan, aspek perlindungan terhadap PRT penting dikarenakan selama ini Indonesia selalu mendesak agar tenaga kerja domestik yang dikirim ke luar negeri agar dipenuhi hak-haknya.
"Ironi sekali, ketika kita menuntut negara penerima utk memberikan hak-hak kepada TKI kita yang menjadi pekerja domestik, sementara di dalam sendiri artinya di Indonesia belum ada undang-undang yang memberikan perlindungan," kata Eddy.
Menurut Eddy, dari segi hukum, perlindungan yang diberikan kepada PRT itu hanya menyangkut dua hal, yakni terpenuhinya hak-hak dasar, serta kewajiban yang harus ditunaikan ketika hak dasar sudah diberikan.
Ketentuan itu tidak hanya berlaku bagi PRT selaku pekerja, tetapi juga pada para pemberi kerja.
"Ketika sudah memberikan kewajiban yang merupakan hak dasar bagi PRT maka pemberi kerja pun mendapatkan hak-hak dasar sebagai suatu timbal balik," kata Eddy.
Kendati begitu, Eddy menyatakan, pemerintah bersifat pasif dalam pembentukan RUU PPRT karena RUU ini merupakan RUU usulan DPR. Pemerintah, kata dia, akan menunggu RUU ini disahkan menjadi usul inisiatif untuk memulai pembahasan.
Sementara itu, Wapres Ma'ruf pun mendorong DPR agar segera membahas RUU PPRT yang sudah lama mandek.
"Wapres sangat setuju bagaimana agar undang-undang ini bisa segera dibahas di DPR. Kalau ada sedikit hambatan, Wapres akan berusaha mencari cara bagaimana agar undang-undang ini dapat segera dibahas di DPR," kata Jurubicara Wakil Presiden Masduki Baidlowi dalam keterangannya.
BERITA TERKAIT: