Salah satu pihak yang menyuarakan ide pemecatan menteri itu adalah pakar komunikasi dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing.
Ia mengatakan menteri yang seolah-olah punya agenda politik ketika masih menjabat sebagai pembantu presiden perlu dipertimbangkan untuk dicopot dari jabatannya.
"Jika ada menteri, diminta atau tidak, tetapi seolah ngotot wacanakan tunda Pemilu atau perpanjang jabatan rezim, sekalipun gunakan bahasa tersirat, bisa "dimanfaatkan" olehnya untuk politik praktis baginya dan kelompoknya," tegas Emrus lewat akun media sosialnya, Minggu (3/4).
"Usul, menteri tersebut di-reshuffle karena telah jadi beban politik rezim," imbuhnya.
Menurutnya, terdapat dua cuaca publik yang akan memantik amarah masyarakat yakni penundaan Pemilu dan jabatan tiga periode jika mengabaikan keberhasilan kinerja pada pemerintaahan Jokowi.
"Tanpa abaikan keberhasilan rezim, ada dua "cuaca" publik buat rezim berpotensi tidak soft landing, yaitu tunda Pemilu dan jabatan tiga periode," ujarnya.
Untuk menjaga marwah pemerintahan Jokowi dan berhasil memberikan gol terakhir yang sempurna, Emrus meminta Jokowi menolak wacana penundaan Pemilu dan penambahan masa jabatan presiden.
"Pusat rezim sebaiknya tegas menyatakan tolak dua wacana tersebut dan minta menteri menghentikan wacana atau di-reshuffle," tutupnya.
BERITA TERKAIT: