Di Mata Pendiri, PDA Bukan Lagi Partai Ulama

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Selasa, 08 Maret 2022, 14:00 WIB
Di Mata Pendiri, PDA Bukan Lagi Partai Ulama
Ilustrasi Partai Daerah Aceh/Net
rmol news logo Dewan Pendiri Partai Daulat Atjeh (PDA), Harmen Nuriqmar, menyebut PDA sekarang bukan lagi partai yang didirikan oleh ulama. Hal itu disampaikan Harmen terkait pengunduran diri sejumlah kader PDA.

Kini, PDA ada tiga versi. Yakni Partai Daulat Atjeh, Partai Damai Aceh, dan Partai Daerah Aceh yang belakangan telah diubah menjadi Partai Darul Aceh.

“PDA sekarang bukan lagi partai yang didirikan ulama, hanya Partai Daulat Atjeh yang didirikan ulama,” kata Harmen yang juga bekas Ketua Umum DPP PDA, kepada Kantor Berita RMOLAceh, Selasa (8/3).

Harmen menjelaskan, Partai Daulat Atjeh menampung seluruh aspirasi ulama, termasuk masyarakat. Hal itu tertuang dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai.

“Artinya, kalau PDA menang waktu itu sudah diatur oleh ulama,” ujar Harmen.

Namun, PDA saat ini tidak lagi demikian. Di samping akte pendirian yang berbeda, juga AD/ART partai tidak sama seperti Partai Daulat Atjeh. Bahkan pendirinya juga bukan ulama.

“Partai Daulat Atjeh itu saya dirikan bersama Lem Faisal (Tgk. Faisal Ali). Didukung Abu Panton (Tgk. H. Ibrahim Bardan), Abuya Nasir Waly, Abu Mudi, Abah Asnawi Lamno, Abon Seulimeum, dan ulama lain. Sedangkan Partai Damai dan Daerah Aceh, bukan ulama yang mendirikan,” papar Harmen.

Harmen mengaku, sudah mundur dari kepengurusan PDA setelah AD/ART partai diganti.

“Semua ulama juga mundur, PDA sekarang tidak lagi seperti yang dulu,” ujar dia.

Sementara itu, Dewan Pendiri Partai Daerah Aceh, Jamaluddin Thaib, membenarkan bahwa PDA saat ini bukan partai ulama. Pasalnya, ulama tidak ada yang terlibat dan tidak dicantumkan peran ulama di dalam AD/ART.

“Secara hukum yang terdaftar di Kemenkumham sudah berubah, tidak ada lagi kaitan. Partai Damai dan Daerah Aceh yang saat ini telah diubah menjadi Partai Darul Aceh bukan ulama yang mendirikan,” jelas Jamaluddin.

Jamaluddin menambahkan, Partai Daerah Aceh didirkan oleh Tengku Razuan, Muktaruddin Nara, Darwis, dan dirinya.

“Kalau Partai Damai, kurang tahu siapa,” sambungnya.

Senada dengan Jamaluddin, Mukhraruddin yang juga Dewan Pendiri Partai Daerah Aceh (PD Aceh) kini diubah menjadi Partai Darul Aceh menjelaskan, partai yang didirikan oleh ulama itu Partai Daulat Atjeh yang berdiri pada 2008, sampai hari ini masih terdaftar di Kantor Wilayah Kemenkumham Aceh.

Sementara Partai Damai Aceh, kata dia, didirikan oleh Abi Muhib dan kawan-kawan pada tahun 2012. Di antara tiga versi PDA itu, tidak ada kaitannya satu sama lain, termasuk akte pendiran atau badan hukum.

Mukhtaruddin mengingatkan agar pengurus PDA saat ini jangan lagi menyebutkan PDA sebagai partai ulama. Karena, hal itu sama saja membohongi publik.

Di samping itu, kata Muktar, pendiri PDA saat ini juga telah mundur. Seperti, Tengku Razuan, Jamaluddin, dan dirinya. Menurut dia, mundurnya mereka karena intrik licik pembajak yang tidak cerdas merangkul. Bahkan, Tengku Razuan hanya diberi jabatan sebagai dewan pakar.

“Jabatan itu hanya sebagai bumbu manis saja, padahal Tengku Razuan itu adalah sebagai sosok tokoh yang sangat dipertimbangkan, baik ditubuh partai maupun wilayah barsela,” terangnya.

Menurut dia, kejadian itu merupakan suatu kemunduran bagi PDA. Karena, kursi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dan kabupaten/kota yang diduduki hingga hari ini, tidak terlepas dari kinerja Tengku Razuan, termasuk besarnya nama PDA.

Mukhraruddin berharap, pengurus baru harus tahu perjuangan yang sudah lalu, siapa pendirinya. Sebab, lahirnya partai tidak instan.  

“Butuh proses dan perjuangan yang panjang,” tutup Mukhtaruddin. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA