Itulah yang menjadi persoalan penting dalam pemilu mendatang ketimbang usul pemerintah dan sejumlah anggota Komisi II DPR yang ingin mempersingkat masa kampanye.
Sebab menurut Pramono, Pemilu yang berlangsung di Indonesia kerap diwarnai aksi kekerasan, bila kampanye dilakukan secara terbuka, terlebih isu politik identitas.
"Agar pemilu tidak berubah menjadi kekerasan, maka juga diperlukan penegakan hukum yang tegas dan adil, karena di dalam UU kita kan dipasal 20 ayat 1 ada beberapa larangan sebenernya, menghasut, menghina, isu SARA, merusak, mengancam, mengajak berbuat kekerasan misalnya. Nah, itu yang harus dilakukan penegakan dengan adil dan tegas," kata Pramono dalam diskusi bertema â€Masa Kampanye 2024 Dipendekkan: Siapa Untung, Siapa Rugi?†yang diselenggarakan pada Jumat (4/2).
Menurut Pramono bila aparat penegak hukum dapat adil dan memberikan rasa aman ke seluruh pihak yang mengikuti pemilu, maka Pramono menjamin pemilu tersebut akan berjalan lancar.
"Siapapun yang memprovokasi publik akan dihukum dengan tegas, tanpa pandang bulu dia mendukung partai apa misalnya atau dia pendukung paslon mana. Jadi keadilan dalam penegakan hukum pemilu itu juga menjadi penting untuk mengindikasi konflik dalam pemilu kita," kata Pramono.
Seperti diketahui bersama, KPU telah mengusulkan masa kampanye Pemilu 2024 selama 120 hari.
Namun, seiring berjalannya waktu DPR RI memberikan saran agar masa kampanye tersebut bisa dipersingkat lagi dengan mempertimbangkan beberapa aspek.
BERITA TERKAIT: