Menurut Erfandi, dengan ditiadakannya ambang batas pencalonan presiden maka kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) akan semakin demokratis.
Akademisi yang juga kandidat Doktor ilmu hukum Universitas Indonesia ini berpendapat, proses penjaringan kepemimpinan nasional tidak perlu dibatasi. Apalagi yang sifatnya hanya administratif.
"Ide 0 persen dan 0 biaya dalam
presidential treshold berimplikasi terhadap beban biaya yang akan dikeluarkan oleh calon presiden sehingga juga akan berpengaruh terhadap berkurangnya perilaku koruptif," demikian penjelasan Erfandi kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (15/12).
Bahkan Erfandi menilai, peniadaan ambang batas juga perlu diperlakukan dalam penentuan wakil rakyat di parlemen.
Dalam konteks hak asasi manusia, penerapan ambang batas pencalonan presiden dan parlemen ditiadakan akan jauh lebih tepat. Sebab, akan memberi hak sama untuk dipilih dan memilih.
"Selama ini hak untuk dipilih dan memilih kan dibatasi oleh persoalan administratif sehingga tidak semua orang dapat mencalonkan dirinya," jelas Erfandi.
Meski demikian, Erfandi melihat semangat ditiadakannya ambang batas akan hanya menjadi wacana selama tidak ada gerakan konkret untuk mengubah aturan main yang sudah tercantum di UU Pemilu.
Atas dasar itu, jika serius ingin tidak ada ambang batas pencalonan, maka Firli harus berusaha untuk mengubah aturan tersebut.
"Saya kira hanya sebatas wacana selama tidak dilakukan perubahan terhadap UU Pemilu dan Amandemen UUD 1945. Artinya jika mau serius 0 persen rubah dulu aturan mainnya," pungkas Erfandi.
BERITA TERKAIT: