Dukung Threshold Nol Persen, Hanura Jabar: Masyarakat Harus Dapat Edukasi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Selasa, 14 Desember 2021, 17:06 WIB
rmol news logo Pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, agar presidential threshold dihapuskan atau menjadi nol persen juga mendapat dukungan dari DPD Partai Hanura Jawa Barat.

Ketua DPD Hanura Jabar, Dian Rahadian mengatakan, dengan presidential maupun parliamentary threshold nol persen dapat membuka harapan dan kesempatan seluas-luasnya bagi kader-kader terbaik bangsa untuk maju sebagai calon kepala daerah (Cakada), calon anggota legislatif (Caleg), maupun calon presiden (Capres).

"Kami sangat setuju dengan ide pemikiran dari Ketua KPK. Itu bagus sekali. Jadi tidak ada suara-suara yang terbuang," kata Dian saat dihubungi Kantor Berita RMOLJabar, Selasa (14/12).

Menurutnya, para Caleg yang berkampanye untuk menarik hati rakyat pasti membutuhkan biaya yang tinggi. Namun, karena adanya peraturan presidential maupun parliamentary threshold, Caleg yang lolos sesuai raihan suara tidak bisa melanjutkan kiprahnya karena peraturan yang mengikat partai politik (parpol).

"Mubazir suara yang diraih. Itu sebenarnya yang menjadi dasar pertimbangan," jelasnya.

Meski begitu, persoalan biaya politik yang begitu tinggi memang tidak terlepas dari parlementary dan presidential threshold 0 atau 4 persen dan seterusnya. Akan tetapi, titik yang utama yang harus dilakukan yaitu mengedukasi masyarakat karena tidak terlalu paham dengan parliamentary dan presidential threshold.

"Masyarakat kita masih harus diberikan edukasi. Memang masih ironis terjadi di beberapa kelompok masyarakat yang memilih pemimpin tidak melihat kualitas, visi, dan misi. Jadi masih banyak pertimbangan di luar hal-hal itu," ujarnya.

Oleh sebab itu, imbuh Dian, edukasi pendidikan politik harus digalakkan oleh pemerintah dan parpol kepada masyarakat. Pasalnya, jika masyarakat salah pilih pemimpin, penyesalannya akan dirasakan selama 5 tahun.

"Masyarakat masih belum paham, mau nol atau empat persen, yang penting ada caleg di sini gimana jelas enggak? Transaksinya seperti apa?" imbuhnya.

Ketua KPK, Firli Bahuri mengungkapkan, besarnya biaya Pilkada menjadi pemicu seorang kepala daerah maupun anggota legislatif melakukan korupsi agar modal yang telah dikeluarkan untuk pencalonan bisa kembali.

Sama seperti mencalonkan presiden, setiap kepala daerah wajib diusung oleh partai politik yang sedikitnya memiliki 20 persen kursi di DPRD.

"Semua para kepala daerah mengeluhkan besarnya biaya Pilkada, anggota legislatif juga mengatakan mahal. Sehingga banyak yang melakukan korupsi," kata Firli seperti diberitakan Kantor Berita Politik RMOL, Minggu sore (12/12). rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA