Demikian pendapat pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (3/12).
“Sebab, sebagai pimpinan MPR bukanlah ranahnya untuk meminta Presiden memecat menterinya,†kata Jamiluddin.
Mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini menjelaskan, Indonesia sebagai negara yang menganut presidensil, otomatis mengangkat dan memberhentikan menteri menjadi hak prerogatif presiden. Karena itu, siapa pun, termasuk MPR, tidak berhak menekan presiden untuk memecat menterinya.
Akan berbeda, kata Jamil, bila Indonesia menganut sistem parlementer. Maka Legislatif masih dimungkinkan untuk cawe-cawe urusan pengangkatan dan pemberhentian menteri.
“Jadi, MPR sudah melampaui batas kewenangannya ketika meminta Jokowi memecat Sri Mulyani. Pimpinan MPR seolah tidak memahani tugas dan fungsinya setelah UUD 1945 diamandemen,†pungkas Jamiluddin.
Sebelumnya, pimpinan MPR meminta Presiden Joko Widodo memberhentikan Menteri Keuangan Sri Mulyani dari jabatannya. Wakil Ketua MPR, Fadel Muhammad menilai Sri Mulyani tidak cakap dalam mengatur kebijakan pemerintahan yang berkelanjutan.
Menurutnya, permintaan agar Jokowi memberhentikan Sri Mulyani merupakan hasil rapat bersama seluruh pimpinan MPR yang berjumlah 10 orang.
BERITA TERKAIT: