Hal itu diungkapkan oleh Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Jenderal (Purn) TNI Gatot Nurmantyo dalam video yang diunggah di akun YouTube Refly Harun, Jumat (5/11).
Dalam video ini, Gatot menjelaskan akar masalah yang mengakibatkan kerugian negara dari sumber daya alam yang dikuasi pihak swasta.
Di mana, semua berawal dari UU Cipta Kerja yang telah mengubah beberapa intisari peraturan pokok sektor kehutanan dalam UU 41/1999 tentang Kehutanan serta UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
"Mudahnya perizinan pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan kawasan hutan lindung semakin tidak terproteksi. Hilangnya Amdal sebagai pintu terakhir penyelamatan lingkungan, semakin mudahnya perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, serta penggunaan kawasan hutan," ujar Gatot dikutip
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (5/11).
Dari segala persoalan yang ada, dapat dihitung kerugian negaranya. Mulai dari
illegal logging, dan pembakaran hutan yang paling tinggi terjadi pada 2019.
"Kemudian berapa hutan yang setahun antara 1,4 juta hilang, atap lindung hutan hilang. Ini sangat luar biasa berdampak kepada anak cucu kita nantinya. Kalau dirupiahkan berapa triliun, ratusan triliun itu," kata Gatot.
Selanjutnya di sektor sumber daya pertambangan yang ditetapkan dalam UU 3/2020 tentang Minerba. Di mana kata Gatot, para kontraktor PKP2B telah menguasai sekitar 60 persen tambang batubara nasional dan otomatis memperoleh izin perpanjangan.
Padahal sesuai Pasal 33 UUD 1945 dan UU Minerba yang lama 4/2009, hak pengelolaan ada di tangan BUMN. Menurut Gatot, volume cadangan dan sumber batubara yang dikuasai tujuh kontraktor PKP2B ini masing-masing 3,17 miliar ton dan 20,7 miliar ton.
"Kalau dihitung, rata-rata sumber daya batubara 4 ribu kilo kalori. Kalau 75 dolar AS perton dan nilai tukar Rp 14 ribu, maka nilai bruto aset cadangan batubara yang dicaplok oligarki melalui rekayasa UU sekitar 13.750 triliun, bayangkan itu," sambung Gatot.
Kebijakan pemerintah pada tambang nikel di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara juga menjadikan Indonesia sebagai pecundang di negeri sendiri. Hak konstitusi BUMN dan BUMD ikut mengelola tambang sebagai pemegang saham minoritas telah diamputasi.
"BUMN, BUMD enggak dapat. Di sisi lain, puluhan izin telah diberikan kepada perusahaan swasta oligarki dari hulu sampai dengan hilir penambangan dan smelter," tutur Gatot.
BERITA TERKAIT: