Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra memaparkan, masalah pertama yang paling krusial adalah adanya pembengkakan biaya.
"Ini yang membuat Presiden Jokowi akhirnya harus mengubah keputusannya menjadi penggunaan APBN untuk pembiayaan kereta cepat,†ucap Herzaky kepada
Kantor BErita Politik RMOL, Rabu (20/10).
Yang kedua, ada potensi perangkap utang atau
debt trap terhadap Tiongkok sebagaimana diungkapkan AidData. Hal ini sama seperti yang terjadi pada proyek kereta cepat Singapura-Malaysia yang batal dilaksanakan lantaran berpotensi menelurkan utang yang menumpuk.
"Dan ketiga, ada pula potensi defisit kas ketika proyek ini dioperasikan,†tegasnya.
Oleh karenanya, Herzaky meminta agar pemerintah melakukan audit terlebih dahulu sebelum benar-benar mengucurkan dana APBN dalam proyek tersebut. Audit penting agar proyek tersebut benar-benar menguntungkan perekonomian Indonesia, khususnya rakyat.
Yang tak kalah penting adalah soal skala prioritas. Di masa pandemi Covid-19, pemerintah perlu benar-benar mempertimbangkan apakah proyek tersebut perlu atau tidak.
"Apakah kereta cepat ini mesti jadi prioritas sehingga layak mengambil dana dari APBN di tengah situasi krisis kesehatan dan krisis ekonomi begini? Bukankah dananya lebih baik untuk bantuan sosial atau membantu mengurangi pengangguran atau kemiskinan?†tegasnya.
Herzaky menegaskan, Partai Demokrat tetap konsisten meminta pemerintah fokus dalam penanganan pandemi dan krisis ekonomi.
"Seluruh sumber daya negara mestinya diarahkan ke sini. Karena itu, infrastruktur yang sifatnya mercusuar. Yang orientasinya jangka panjang sebaiknya ditunda, apalagi jika menggunakan APBN,†tutupnya.
BERITA TERKAIT: