Menurut Abdul Mu'ti, beberapa persoalan terkait keagamaan tidak tertangani dengan baik di periode kedua Pemerintahan Presiden Jokowi.
Berbagai persoalan keagamaan itu, sambung Mu'ti, lebih banyak diselesaikan secara politis ketimbang hukum.
Pendapat itu disampaikan Mu'ti dalam Webinar Moya Institute bertajuk Dua Tahun Jokowi-Ma'ruf Amin : Capaian, Harapan dan Tantangan, Senin (18/10).
"Padahal, persoalan keagamaan itu bisa juga diselesaikan secara kekeluargaan dengan musyawarah. Itu bisa jadi alternatif saya kira," ujar Mu'ti.
Penyelesaian melalui hukum pun, menurut Mu'ti, tidak menuntaskan akar persoalannya.
Ia kemudian memberikan contoh, pembubaran HTI dan FPI yang telah dilakukan pemerintah, sampai saat ini dinilai tak menyelesaikan masalah.
"Justru para anggota dari kedua Ormas yang dibubarkan itu, saya amati masih banyak yang beraktivitas seperti biasa. Dan tak sedikit yang menuai simpati masyarakat," ujar Mu'ti.
Segregasi berdasarkan agama, ujar Mu'ti, juga lebih kental di era Pemerintahan Presiden Jokowi, terutama sejak Pemilu 2019.
Citra Presiden Jokowi sebagai pemimpin yang tidak dekat dengan umat Islam, tidak bisa hilang meski mantan Gubernur DKI Jakarta itu menggandeng KH Maruf Amin sebagai Wakil Presiden.
Selain itu, Mu'ti juga menyoroti komunikasi antara Istana dengan sejumlah kelompok Keagamaan terjadi secara sporadis, tidak secara berkelanjutan.
Selama ini, Mu'ti melihat, kesan yang muncul, tokoh agama dilibatkan jika ada permasalahan. Jika tidak ada, tidak lagi dibutuhkan.
"Faktor komunikasi perlu diperbaiki, agar terjadi sebaik-baiknya. Komunikasi tidak sporadis, istilahnya seperti "pemadam kebakaran". Komunikasi antara ulama dan umara perlu dibangun sebaik-baiknya," tandas Mu'ti.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: