Dalam balasan tersebut, Yusril menuding Jimly telah meninggalkan warisan atau legasi yang memalukan saat memimpin Mahkamah Konstitusi. Tepatnya saat Jimly membatalkan UU Komisi Yudisial yang mengatur kewenangan KY untuk mengawasi etik dan perilaku hakim.
“Sehingga KY tidak bisa mengawasi hakim MK. Ini legasi paling memalukan dalam sejarah hukum kita ketika Prof Jimly menjadi Ketua MK," kata Yusril kepada wartawan, Minggu (3/10).
Disebut memalukan lantaran Jimly sebagai pihak berkepentingan dengan perkara ini tetap turun menangani. Padahal, UU Kekuasaan Kehakiman tegas memerintahkan agar hakim mundur menangani perkara jika yang bersangkutan berkepentingan dengan perkara itu.
“Di mana etika Prof Jimly?" imbuhnya.
Seharusnya, kala itu hakim MK tegas menyatakan tidak berwenang memeriksa perkara yang berkaitan dengan dirinya sendiri.
Tapi tidak ada seorang hakim pun yang mengemukakan
dissenting opinion dengan mengatakan tidak etis MK menguji UU yang para hakim MK sendiri berkepentingan dengannya.
"Tokoh pengujian materil bukan hanya bisa dilakukan MK,
legislative review juga bisa. Akan lebih memenuhi 'etika kepantasan' jika menyatakan 'tidak berwenang' memeriksa dan memutus perkara tersebut dan menyerahkannya kepada legislative review," tutupnya.
BERITA TERKAIT: