Mahasiswa Tak Boleh Menafikan Pentingnya Dialog Dengan KPK

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yelas-kaparino-1'>YELAS KAPARINO</a>
LAPORAN: YELAS KAPARINO
  • Kamis, 01 Juli 2021, 10:50 WIB
Mahasiswa Tak Boleh Menafikan Pentingnya Dialog Dengan KPK
Pengamat strategi komunikasi politik dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Thomas Bambang Pamungkas./Repro
rmol news logo Penghadangan mahasiswa di Mataram, Nusa Tenggara Barat terhadap Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Lili Pintauli Siregar dalam kunjungannya ke kota itu Senin (28/6) lalu, disayangkan oleh kalangan pengamat. Apalagi, mahasiswa juga berdemo menolak kedatangan Ketua KPK Firli Bahuri yang sebelumnya sempat direncanakan hadir untuk memenuhi undangan Rektor Universitas Mataram.

Pengamat strategi komunikasi politik dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Thomas Bambang Pamungkas, mengungkapkan bahwa mahasiswa semestinya memprioritaskan penggunaan dialog dalam memperjuangkan aspirasinya. Penggunaan strategi komunikasi yang konfrontatif, seperti penghadangan atau penolakan, hanya dapat dibenarkan apabila pintu dialog dengan KPK tertutup rapat-rapat.

“Langkah rektor mengundang pimpinan KPK ke kampus sebetulnya sangat ideal. Kampus memang tempat berdiskusi dan berdialog secara ilmiah. Tindakan mahasiswa yang menolak kesempatan dialog itu tidak tepat, justru dari perspektif strategi komunikasi mereka sendiri,” ujarnya kepada redaksi, Kamis  (1/7).

Menurut alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut, dialog antara kampus dan KPK dapat mengatasi berbagai distorsi informasi terkait lembaga anti rasuah tersebut. Lewat dialog, mahasiswa juga dapat mendengar informasi terkait ihwal polemik tentang alih status kepegawaian di KPK dari sumber pertama. Dengan mengklafirikasi kesahihah informasi yang telah mereka dapatkan dari media massa atau media sosial, mahasiswa juga dinilai akan lebih obyektif dalam menganalisis persoalan yang terjadi.

“Civitas akademika selalu dituntut untuk jernih dalam melihat permasalahan serta adil sejak dalam pikiran. Kaum intelektual tidak boleh memelihara prasangka buruk yang menyebabkannya menafikan pentingnya diskusi atau dialog,” lanjut dosen Prodi Ilmu Komunikasi UNAS itu.

Thomas menambahkan, penolakan mahasiswa untuk berdialog dengan KPK justru tak sesuai dengan iklim ilmiah yang dikembangkan oleh kampus. Selain itu, perguruan tinggi juga terancam gagal memanfaatkan momentum polemik alih status kepegawaian di KPK dengan memberikan masukan-masukan kritis guna perbaikan KPK ke depan.

“Saya berharap, penghadangan atau penolakan semacam itu tidak dilakukan lagi. Sebab, selain bertentangan dengan prinsip kebebasan berbicara di kampus, juga kontraproduktif bagi perguruan tinggi dalam upaya mereka memberikan sumbangsih untuk penguatan institusi KPK,” tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA