Begitu dikatakan anggota Fraksi PKS DPR RI, Almuzammil Yusuf soal masih hangatnya diskursus pada isu penambahan jabatan presiden menjadi tiga periode melalui amandemen kelima UUD 1945.
Bagi Almuzammil, orang-orang yang menyuarakan penambahan masa jabatan presiden adalah orang yang gagal belajar dari sejarah.
"Jadi orang-orang yang
set back ke gagasan presiden tiga periode itu adalah orang-orang yang tidak belajar dari sejarah Indonesia. Dan cendrung ingin menghidupkan kultus politik kepemimpinan nasional. Ini bahaya," kata Almuzammil kepada wartawan, Kamis (25/3).
Selain itu, lanjutnya, diskursus itu juga mengancam masa depan demokrasi di Indonesia jika jabatan kepala negara nantinya ditambah satu periode dari maksimal dua kali.
"Kultus itu akan mengarah matinya demokrasi dan rusaknya konsep negara hukum, yang akan lahir adalah negara kekuasaan bukan negara hukum. Bukan lagi
rule of law tapi
law of ruler," terangnya.
Dia juga tidak sepakat dengan adanya pandangan bahwa penambahan masa jabatan presiden untuk menambah durasi jabatan Presiden Joko Widodo.
Pun juga dengan Susilo Bambang Yudhoyono yang disebut-sebut bisa maju kembali sebagai calon presiden setelah menjadi kepala negara pada periode 2004-2014.
"Penambahan masa jabatan presiden tiga periode tidak perlu dikaitkan dengan pencalonan Jokowi atau juga mungkin pencalonan SBY sebagai Capres 2024," katanya.
"Pak SBY pada masanya sangat tegas untuk menolak capres tiga periode. Pak Jokowi juga begitu pada statemen pribadinya," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: