Ini adalah warisan yang diperoleh PDIP dari partai pendahulunya, Partai Nasionalis Indonesia (PNI) yang didirikan Bung Karno tahun 1927, lalu bermetamorfosis menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di era Orde Baru, sampai akhirnya menjadi PDIP di era Reformasi.
Hal ini antara lain disampaikan Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi Jurnal
Prisma, Daniel Dhakidae, ketika berbicara dalam webinar bertema “Refleksi Konstruksi Historis PDI Perjuangan: Dari PNI 1927 Ke PDI 1973 Ke PDI Perjuangan†yang digelar Badan Penelitian Pusat PDIP, Rabu malam lalu (10/3).
Selain Daniel Dhakidae, pembicara lain dalam webinar itu adalah wartawan senior
Kompas, Yophiandi Kurniawan, dam kader senior PDIP Sirmadji Tjondro Pragolo.
“PNI didirikan Bung Karno di tahun 1927. Ketika itu pertumbuhan ekonomi Hindia Belanda mencapai puncak tertinggi. Ekspor mencapai angka tertinggi. Semuanya adalah hasil dari strategi pembangunan colonial yang dikenal sebagai Etische Politiek atau politik balas budi Belanda,†ujar Daniel Dhakidae.
Namun, sambungnya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu tidak berdampak pada kesejahteraan rakyat di negeri jajahan. Sebaliknya, rakyat semakin miskin, dan kaum kapitalis semakin kaya.
“Semua itu menjadi babak-belur karena malaise (resesi global) yang melanda dunia tahun 1929, katanya lagi.
Dia menambahkan, PNI yang didirikan Bung Karno dalam situasi seperti itu menjadi â€garis batas†untuk membedakan mereka yang di sana, dalam hal ini Belanda, dan rakyat jelata yang ada di sini.
Masa berganti. Di era Orde Baru setelah Bung Karno tidak lagi berkuasa, tepatnya 10 Januari 1973, PNI dilebur dengan partai-partai “non-Islamâ€, yakni Partai Katolik, Parkindo, Partai Musyawarah Rakyat banyak (Murba), dan Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) menjadi PDI.
“Dengan nama itu, diharapkan PNI hilang dari sejarah,†ujarnya lagi.
Tetapi, ideologi yang diajarkan Bung Karno tidak dapat dihilangkan begitu saja, dan PDIP adalah motor utama yang memperjuangkannya hingga sekarang ini.
“Sejak 2015 PDIP membangun kembali identitas, historisitas, dan mitos, dan ideologi yaitu kembali kepada Soekarnoisme. Dengan demikian apa yang dihancurkan Orde Baru dihidupkan kembali PDIP,†tambahnya.
Daniel menambahkan, kekuatan PDI Perjuangan di sejumlah periode politik juga tak lepas dari loyalitas dan militansi kader dalam mengantarkan partai berlambang kepala banteng itu.
BERITA TERKAIT: