Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Pencegahan KPK, Ipi Maryati, persoalan akurasi data penerima bantuan terdiri dari kualitas data penerima bantuan, transparansi data, dan pemutakhiran data.
"Terkait pengelolaan data di Kemensos, pada akhir tahun 2020 KPK telah menyampaikan hasil kajian tentang pengelolaan bansos dan telah memberikan rekomendasi perbaikan," ujar Ipi kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (5/1).
Ipi pun merinci soal kualitas data penerima bantuan. Di mana, KPK mendapatkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) tidak padan dengan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan tidak diperbarui sesuai data kependudukan.
"Hasil pemadanan DTKS dengan data NIK pada Ditjen Dukcapil pada Juni 2020 masih ada sekitar 16 juta yang tidak padan dengan NIK," beber Ipi.
Selain itu, lanjut Ipi, data penerima bantuan reguler seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI-JK) tidak merujuk pada DTKS.
Hal tersebut disebabkan oleh proses pengumpulan data yang tidak didesain berbasis NIK sejak awal.
Tak hanya itu, ada tumpang tindih data penerima bansos. Berdasarkan pemadanan yang dilakukan internal Kementerian Sosial (Kemensos), ungkap Ipi, masih ditemukan data ganda pada penerima bantuan sembako atau BPNT.
"Demikian juga berdasarkan pengelolaan data bansos di beberapa daerah, KPK menemukan masih terdapat penerima bansos regular yang juga menerima bantuan terkait Covid-19 seperti bantuan sosial tunai dan BLT dana desa," demikian Ipi.
BERITA TERKAIT: