Demikian disampaikan peneliti dan aktivis Marapi, Beni Sukadis, yang meminta TNI menjalankan tugasnya sesuai kebijakan dan keputusan politik negara. Sehingga dalam melaksanakan operasi militer selain perang (OMSP), keterlibatan TNI merupakan perbantuan dan bukan tugas pokok.
"Hukum yang berlaku juga menegaskan bahwa penanganan terorisme menggunakan pendekatan pidana dan bukan perang," kata Beni saat diskusi yang digelar Marapi Consulting & Advisory bekerjasama dengan Prodi Hubungan Internasional Fisip UPN Veteran Yogyakarta, Senin (30/11).
Beni menegaskan, fungsi TNI dalam keterlibatannya menangani terorisme adalah rancu. Lebih jauh berpotensi bertabrakan dengan upaya penegakan hukum oleh institusi-institusi penegakan hukum sipil yang ada.
Sedangkan, pengajar Hubungan Internasional FISIP UPNYK, Saptopo Ilkodar menyebutkan, ada perdebatan ideologis antara
human security dan
state security dalam membahas pelibatan TNI dalam kontraterorisme.
Dalam mengambil keputusan soal langkah yang akan ditempuh, lanjutnya, harus mempertimbangkan sejarah kebangsaan, realitas geografi dan sosial budaya, pergaulan internasional, serta perkembangan jaman.
Paling terpenting pemahaman bahwa langkah yang akan diambil harus dipertimbangkan dengan matang karena semua pilihan memiliki risiko dan konsekuensinya.
"Dibutuhkan moderasi sikap dari semua pihak agar pembahasan Raperpres Pelibatan TNI tangani terorisme bisa mencapai suatu kesepakatan. Tanpa
trust tidak akan ada demokrasi sehingga sangatlah penting agar semua pihak bisa memiliki
trust pada yang lainnya," tandasnya.
BERITA TERKAIT: