Penundaan Pilkada Serentak 2020 Bakal Untungkan Para Petahana

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Rabu, 15 April 2020, 12:32 WIB
Penundaan Pilkada Serentak 2020 Bakal Untungkan Para Petahana
Aktivis sosial politik Banyuwangi, Danu Budiyono/Net
rmol news logo Penundaan tahapan Pilkada Serentak yang sudah disetujui DPR, Pemerintah, dan Penyelenggara Pemilu menjadi Desember 2020, tak akan banyak mengubah peta politik di Indonesia. Demokrasi masih akan terbelenggu oleh politik dinasti.

Hal ini dikatakan aktivis sosial politik Banyuwangi, Danu Budiyono,  melalui keterangan persnya yang diterima Kantor Berita RMOLJatim, Rabu (15/4).

“Dengan disetujuinya penundaan Pilkada yang hanya mundur tiga bulan sesuai jadwal semula yaitu bulan September, tetap saja yang diuntungkan adalah para gubernur, bupati, walikota petahana serta para dinasti politiknya,” ujar Danu.

Danu mencontohkan, saat ini di Kabupaten Banyuwangi, Bupati Abdullah Azwar Anas sedang membangun dinasti politiknya. Bisa dilihat dari rekomendasi Partai Nasdem yang diberikan ke Ipuk Fiestiandani, istri bupati.

“Nah, dengan adanya musibah pandemik corona ini, indikatornya para petahana bisa lebih mendekatkan diri dengan rakyat. Mengingat musibah pandemik ini di setiap daerah anggarannya besar,” tukasnya.

Padahal hampir di setiap daerah semua menunggu aksi cepat, transparan, solutif, menyentuh dalam menangani wabah corona ini. Karena setiap kepala daerah adalah ketua gugus tugas Covid-19. Hal ini yang kemudian dimanfaatkan para petahana untuk mereguk keuntungan dari kampanye ‘terselubung’ tersebut.

“Seperti di Banyuwangi, tak jarang sang bupati mengajak istrinya keliling dengan berbagai kegiatan sosialnya. Artinya ini seperti menyelam sambil minum air. Tapi kalau minum airnya kebanyakan bisa nggak naik ke permukaan,” sindirnya.

Hal lain yang perlu dipertanyakan, lanjut Danu, adalah kenapa pemerintah beserta DPR terkesan memaksakan pelaksanaan Pilkada pada tahun ini. Bahkan maju dari opsi B (Maret 2021) yang diajukan KPU ke DPR pada saat RDP Senin lalu (30/3).

“Ini jadi pertanyaan. Mengapa malah disetujui bulan Desember 2020, Walaupun ada opsi kedua yang mana tetap menunggu perkembangan kapan Covid-19 ini berakhir atau pengumuman pemerintah dan akan dibahas berikutnya,” urainya.

Meski penanganan wabah corona belum juga ada solusi efektif dan belum ada kepastian kapan berakhir, pihaknya tetap menganggap pelaksanaan Pilkada pada 9 Desember 2020 dipaksakan.

“Menurut kami terkesan dipaksakan, dan itu tak akan mengubah peta politik sebelum ada pandemik ini, atau memang benar ada saweran dari para petahana gubernur, bupati, walikota ke para pengambil kebijakan kepemiluan agar disetujui,” tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA