Pasalnya, proses itu dianggap dapat berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat setempat. Hal ini mengingat evakuasi WNI itu dilakukan pasca merebaknya wabah virus novel corona.
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin pun menilai ada yang salah dalam proses memutuskan kebijakan tersebut. Yakni, tidak ada pelibatan masyarakat di dalam proses tersebut.
"Ini kan ada penolakan karena masyarakat dianggap tidak tahu, masyarakat tidak dilibatkan dalam proses memutuskan kebijakan ini. Masyarakat tidak diajak bicara," ucap Ujang saat dihubungi
Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (1/2).
Seharusnya, lanjut Ujang, pemerintah melakukan komunikasi dan sosialisasi lebih awal sebelum menetapkan Kabupaten Natuna sebagai wilayah observasi kesehatan WNI dari China.
"Sejatinya kan pemerintah pusat ketika memiliki kebijakan, termasuk karantina kan harus diketahui masyarakat dulu, diumumkan ke publik dulu," sebut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini.
Sehingga, kata dia, menjadi sangat wajar kalau pada akhirnya masyarakat di Natuna menolak.
"Artinya ada komunikasi yang belum lancar antara masyarakat dan pemerintah pusat," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: