Punya Nilai Sejarah, Tito: Perayaan Hari Ibu Jangan Sebatas Ritual Tahunan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Senin, 23 Desember 2019, 16:29 WIB
Punya Nilai Sejarah, Tito: Perayaan Hari Ibu Jangan Sebatas Ritual Tahunan
Mendagri, Tito Karnavian/RMOL
rmol news logo Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menghadiri acara puncak acara hari ulang tahun (HUT) Dharma Wanita Persatuan (DWP) ke XX sekaligus merayakan peringatan hari ibu ke-91 di aula lantai 3 Gedung F Kemendagri, Medan Merdeka Barat, Senin (23/12).

Dalam kesempatan tersebut, Tito berharap agar peringatan Hari Ibu Nasional, tanggal 22 Desember 2019 tak hanya dimaknai sebagai kegiatan ritual tahunan semata namun juga harus dimaknai sesuai makna filosofinya.

“Khusus mengenai Hari Ibu ini saya berharap ini tidak menjadi acara ritual saja, ritual artinya kegiatan yang diulang-ulang tahunan. Akhirnya kalau kita menganggap ritual biasa, kita akan berpikir ini suatu yang biasa aja, selesai ya sudah begitu,” kata Mendagri di lokasi.

Menurutnya, untuk memahami filosofi peringatan Hari Ibu, maka perlu mengetahui akar sejarahnya hingga bisa ditetapkan sebagai Hari Ibu Nasional yang ditetapkan melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 oleh Presiden Soekarno.

“Saya sampaikan kita harus berpikir memahami sejarah. Saya khawatir yang menyampaikan itu tidak memahami sejarah itu, sehingga menganggap bahwa Hari Ibu di Indonesia sama dengan Mother’s Day Internasional. Beda, sangat beda,” tegasnya.

Mendagri mengatakan, peringatan Hari Ibu Nasional jauh dari kesan budaya barat maupun berbau keagamaan. Hal ini jelas berbeda dengan peringatan Mother’s Day Internasional yang berawal dari Yunani maupun sarat akan peringatan agama tertentu.

“Mother’s day yang ada di lingkup Internasional itu memang awalnya di Yunani mulai berlanjut di UK dalam rangka penghormatan ibu dan kemudian identik dengan ada ritual keagamaaan. Sementara mulai menginternasional ketika ada seorang tokoh dari Amerika bernama Anna Jarvis, tahun 1908, dalam rangka mengenang wafatnya ibunya. Jadi ini ada alasan pertama religius untuk tempat lain, kemudian juga ada alasan personal untuk ibunya, berbeda di tempat-tempat lain. Rata-rata di mulai Mei dan di bulan Maret, tidak ada waktu yang sama Mother’s Day, sehingga diperingati di berbagai dunia dengan waktu yang berbeda,” jelas Mendagri.

Sementara, peringatan Hari Ibu Nasional pada 22 Desember 2019 murni berangkat dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Tanggal tersebut dipilih untuk merayakan semangat perempuan Indonesia untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, juga memaknai perjuangan seorang ibu.

“Di tempat kita (Indonesia) Hari Ibu untuk memperingati Kongres Perempuan pertama tanggal 22 Desember Tahun 1928 di Yogyakarta yang diikuti lebih kurang 30 organisasi wanita, mereka melaksanakan kegiatan kongres dalam rangka kemerdekaan, di mana dua bulan sebelumnya sudah ada gerakan para pemuda yaitu Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928,” terang Mendagri.

"Tanggal 22 Desember kurang dari dua bulan wanita juga bergerak, membuat kongres pertama, karena waktu di bawah penjajahan otomatis tidak berbicara banyak politik, tetapi arahnya ke perjuangan kemerdekaan dengan juga mengedepankan emansipasi perempuan," tambahnya.

Dengan demikian, Mendagri kembali menegaskan bahwa Peringatan Hari Ibu Nasional tak terkait sejarah internasional maupun unsur agama. Peringatan Hari Ibu Nasional merupakan buah perjuangan para wanita dan para ibu di Indonesia sesuai akar sejarah.

“Kita melihat bahwa tahun 1959 baru kemudian ditetapkan oleh Presiden Soekarno sebagai hari ibu, hari ibu 22 Desember kita tidak diperingati sebagai Mother’s Day Internasional di negara lain, tidak. Ini versi kita sendiri, jadi karna faktor sejarah,” pungkasnya.rmol news logo article


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA