Begitu ringkasan diskusi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bertajuk “Membedah Persoalan Sebab Kematian Mendadak Petugas Pemilu Dari Perspektif Keilmuan†yang digelar di Aula Pengurus Besar (PB) IDI, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (13/5).
Diskusi ini dihadiri oleh Ahli Penyakit Dalam Prof. DR. Dr. Zubairi Djoerban, Sp.PD,KHOM; Ahli Jantung DR. Dr.Anwar Santoso Sp.JP; Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan Tri Hesty Widyastoeti Marwotosoeko; Ahli Kedokteran Forensik Dr. Ade Firmansyah, Sp.F; Ahli Saraf Dr. Rakhmat Hidayat, Sp.S(K); Akademisi Hukum Prof. DR .Aidil Fitri SH.MH; dan Ketua Umum IDI, Daeng Muhammad Faqi.
Mereka bersepakat bahwa penelitian dan pendalaman perlu dilakukan serius mengingat kematian terjadi secara mendadak dan banyak petugas KPPS lain yang mengalami kesakitan selama proses Pemilu Serentak 2019.
"Bahwa mortalitas dan morbiditas yang terjadi di Rumah Sakit menjadi obyek audit medik yang lege artis, kredibel dan independen. Khususnya untuk pekerja Pemilu yang sedang sakit atau baru sembuh dari sakit dan yang sudah meninggal juga dapat menjadi obyek audit medik sepanjang kredibilitasnya dijaga," kata Daeng Muhammad Faqi.
Menurutnya, IDI menegaskan bahwa penggunaan pendekatan allo anamnesa atau kegiatan wawancara secara tidak langsung untuk
menentukan sebab kematian petugas Pemilu 2019, tidak valid untuk digunakan.
Apalagi, berdasarkan peraturan bersama Mendagri dan Menkes pada 15/2010 dan 162/Menkes/PB/1/2010, pendekatan ini lebih dimaksudkan sebagai pendekatan administrasi pencatatan kependudukan semata.
“Bukan untuk mengungkap sebab-sebab kematian yang terjadi secara beruntun, berjumlah banyak dan memiliki implikasi yang luas," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: