Berjalan baiknya momentum lima tahunan itu menjadi kunci terwujudnya demokrasi yang substansial.
"Namun selama 11 kali penyelenggaraan pemilihan umum, salah satu isu yang kerap muncul menghantui adalah persoalan netralitas aparatur pemerintahan," jelas inisiator Jagapemilu.com Abdul Malik Raharusun kepada wartawan, Senin (8/4).
Menurutnya, semestinya pemilu berjalan jujur dan adil. Pemilu di Indonesia menganut azas luber atau langsung, umum, bebas, rahasia sudah ada sejak era Orde Baru. Kemudian di era Reformasi berkembang pula azas jurdil yang merupakan singkatan dari jujur dan adil.
Abdul Malik menjelaskan, azas jujur mengandung arti bahwa pemilu harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak memilih sesuai dengan kehendaknya, dan setiap suara pemilih memiliki nilai sama untuk menentukan wakil rakyat.
Sedangkan azas adil adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Azas jurdil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu tetapi juga penyelenggara pemilu.
Dia menegaskan, netralitas aparatur pemerintahan memegang peranan penting mewujudkan pemilu yang dijalankan dengan kedua asas tersebut. Keberpihakan politik aparatur pemerintahan dikhawatirkan menimbulkan bias dalam pelayanan publik.
Peraturan Pemerintah 53/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil melarang pegawai negeri terlibat kampanye yang mendukung salah satu kandidat, menggunakan fasilitas negara, dan membuat keputusan yang merugikan salah satu calon. Bagi yang melanggar ada sanksi sampai pemecatan.
"Namun dalam dinamika yang terjadi belakangan ini muncul kesan yang sangat kuat ihwal ketidaknetralan aparat pemerintahan yang terjadi dari pusat hingga tingkat penyelenggara pemerintahan terendah," papar Abdul Malik.
Dia menambahkan, meski sulit dibuktikan, beredar banyak informasi dengan indikasi kuat mengenai penyalahgunaan kewenangan di institusi-institusi pemerintahan maupun BUMN. Bahkan ada kecenderungan tekanan terhadap kelompok yang menjadi subordinat dari sebuah institusi, semisal dari pengusaha kepada para karyawan.
Munculnya pengakuan Kapolsek Pasirwangi AKP Sulman Azis adalah salah satu contoh nyata. Meski akhirnya Sulman membantah pernyataannya sendiri namun publik kadung percaya bahwa tekanan itu benar ada.
"Berdasar latar belakang itu, rasanya dibutuhkan infrastruktur yang dapat menampung informasi mengenai tekanan-tekanan yang dihadapi siapapun atau institusi apapun untuk kepentingan Pemilu 2019," ujar Abdul Malik.
Oleh karenanya, sekelompok anak muda yang memiliki konsern tinggi terhadap terwujudnya praktik demokrasi yang baik di Indonesia berinisiatif membuat platform yang bisa menampung siapapun orang ataupun institusi yang ingin melaporkan adanya tekanan yang dialami terkait pemilu. Platform itu diberi nama Jagapemilu.com.
"Jagapemilu.com adalah ikhtiar untuk turut mewujudkan pemilu yang luber dan jurdil. Ini juga merupakan upaya kami memperkaya khazanah implementasi demokrasi digital, di mana teknologi informasi mengubah praktik demokrasi menjadi lebih baik," demikian Abdul Malik.
BERITA TERKAIT: