Pejabat Antikritik Seperti Kembali Ke Sistem Feodal

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/adityo-nugroho-1'>ADITYO NUGROHO</a>
LAPORAN: ADITYO NUGROHO
  • Jumat, 12 Oktober 2018, 18:00 WIB
Pejabat Antikritik Seperti Kembali Ke Sistem Feodal
Pangi Syarwi Chaniago/Rep
rmol news logo . Walikota Surabaya, Tri Rismaharini yang dinilai antikritik oleh sebagian wartawan menandakan seperti kembali ke sistem feodalisme.

Hal tersebut disampaikan oleh pengamat politik politik, Pangi Syarwi Chaniago kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (12/10).

"Tidak boleh pejabat antikritik. Kalau antikritik itu pejabat feodal namanya," ungkap Ipang biasa disapa.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting itu lebih lanjut mengutarakan bahwa hari ini telah disepakati bersama menggunakan sistem demokrasi dalam bingkai negara republik.

Artinya pemimpin, baik kepala negara maupun kepala daerah bisa dikritik oleh rakyat jika dianggap ada yang tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Sementara di sistem feodal yang dipimpin oleh raja atau bangsawan tidak demikian.

"Kalau kita bicara feodal adalah raja selalu benar, kebenaran mutlak ada pada raja, mengkritik raja sama dengan mengkritik Tuhan, ini namanya feodal," ungkapnya lagi.

Masih kata Ipang, nilai-nilai tersebut (feodal) sejatinya sudah tidak ada dan bergeser ke nilai demokrasi sejak Republik Indonesia berdiri.

"Maka nilai nilai lama tadi yaitu feodal bergeser digantikan tatanan baru yaitu nilai demokrasi," tegasnya.

Sehingga dalam nilai itu, raja atau pemimpin sangat bisa dikritik. Hal tersebut sudah diatur sedemikian rupa dalam tatanan konstitusi kita saat ini.

"Sekarang masuk nilai-nilai baru yaitu demokrasi, raja boleh dong dikritik. Raja tidak selalu benar, mengkritik raja bukan mengkritik Tuhan, raja boleh diawasi," pungkas Ipang. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA