GKR Hemas: Demokrasi Pincang Tanpa Kehadiran Perempuan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Jumat, 28 September 2018, 14:53 WIB
GKR Hemas: Demokrasi Pincang Tanpa Kehadiran Perempuan
Foto/RMOL
rmol news logo Proses demokrasi membutuhkan peran dan keterwakilan kaum perempuan. Saat ini, wakil perempuan di parleman cenderung menurun.

Demikian dikatakan GKR Hemas saat mengisi salah satu sesi pelatihan "Sekolah Demokrasi Insan Cita" di Hotel Sofyan, Jakarta, Kamis malam (27/9).

"Meskipun kualitas meningkat, namun demokrasi menghendaki mayoritas suara menentukan keputusan akhir," kata GKR Hemas.

Menurut dia, keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif, baik di DPR, DPRD dan DPD l diperlukan agar kepentingan perempuan dapat disuarakan dalam penyusunan kebijakan, program, terlebih soal anggaran yang berimplikasi pada jahat hidup orang banyak.

"Tidak terkecuali perempuan Indonesia yang berjumlah 131,88 juta (data BPS, Juni 2018)," ujarnya.

Hemas mengatakan, data hasil Pemilu 2009 menunjukkan Perempuan di DPR 18.03 persen dan pada Pemilu 2014 angka tersebut menurun jadi 17.3 persen.

Adapun prosentase untuk anggota DPD RI masih lebih baik yakni pada Pemilu 2009 perempuan yang berhasil duduk di lembaga perwakilan daerah ini mencapai 28.7 persen, meskipun pada Pemilu 2014 turun menjadi 25.7 persen.

"Dari data tersebut menunjukkan bahwa cita-cita proporsi 30 persen perempuan di parlemen belum tercapai ," tegas senator asal dapil DIY ini.

Tak hanya itu, GKR Hemas juga menyoroti persoalan yang dihadapi perempuan terkait ketidakadilan gender. Beban ganda dan ketergantungan perempuan secara ekonomi kepada laki-laki adalah salah satu bentuk ketidakadilan gender yang menghambat perempuan untuk bergerak di ranah publik, termasuk marjinalisasi di bidang politik.

Sebagai contoh dalam penentuan nomor urut. Perempuan caleg DPR misalnya yang memperoleh nomor urut 1 hanya sebanyak 19 persen atau 235 orang.

Hemas mengapresiasi digelarnya sekolah demokrasi yang diinisiasi HMI Wati dan berharap kegiatan tersebut digelar secara reguler, tidak hanya jelang Pemilu. Kehadiran alumni HMI Wati yang turut serta dalam kancah pencalonan anggota legislatif diharapkan menjadi pionir dalam upaya penghapusan ketidakadilan gender terhadap perempuan.

"Saya meyakini para alumni HMI Wati melakukan cara-cara simpatik dan santun untuk mengajak dan menarik simpati publik agar bersama-sama mewujudkan kesetaraan gender di berbagai sendi kehidupan masyarakat," tutur Hemas.

Ditambahkan Hemas, tidak ada demokrasi tanpa keterwakilan perempuan. Tidak ada kebijakan perspektif gender tanpa kehadiran perempuan di politik.

"Tiada kesetaraan gender tanpa kesungguhan semua pihak mendukung perempuan Indonesia untuk maju. Demokrasi pincang tanpa kehadiran perempuan sebagai penentu," demikian GKR Hemas. [lov]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA