Makanya pasal yang mengatur PT 20 persen tersebut harus dicabut agar tidak menjadi tragedi nasional.
Demikian ditegaskan mantan Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 1999, Bennie Akbar Fatah, Kamis (9/8).
KPU, menurutnya seharusnya memahami dan harus mengakui kalau UUD 1945 memiliki derajat hukum tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Bennie menegaskan UUD 1945 telah mengatur secara jelas soal teknis pengusulan calon presiden dan wakil presiden.
Pada pasal 6A ayat (2) menyatakan pasangan capres-cawapres diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
"Jadi mutlak setiap partai politik peserta pemilu dapat mengusung paslon presiden dan wakil presiden. Ini tidak bisa diganggu gugat karena melanggar UUD 1945," kata Bennie yang akrab disapa Eben ini.
Dia menegaskan UU 7/2017 pasal 222 ayat (1) menyatakan pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya, melanggar UU 1945.
"Dengan demikian UU itu tidak berlaku atau cacat hukum dan harus dibatalkan demi hukum karena melanggar dan bertentangan dengan UUD 1945 pasal 6A ayat 2," kata Bennie lagi.
Karena UUD 1945 sudah mengatur semuanya secara jelas, pihaknya meminta agar KPU sebagai penyelenggara Pemilu tidak perlu lagi membahas hal-hal yang sudah jelas yang justru akan menjadi tidak jelas.
Dia menegaskan pula, ada dua cara yang elegan yang bisa dilakukan untuk memghindari tragedi nasional akibat PT melanggar UUD 1945.
Pertama, amandemen pasal 6A ayat (2) UUD 1945.Kedua mencabut atau tidak memberlalukan UU 7/2017.
"Harus disadari baik secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi tidak boleh UU dibuat hanya untuk melanggar UUD 1945," tegas aktivis Malari ini.
[rus]
BERITA TERKAIT: