Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM), Sudarto mengatakan, sampai sekarang belum tersedia lapangan pekerja pengganti untuk buruh pelinting.
Hal ini dikarenakan pendidikan dan keterampilan terbatas, sehingga tidak bisa begitu saja pindah kerja ke sektor lain atau bersaing dengan pencari kerja di sektor lain.
"Negara perlu hadir untuk mereka," ujarnya dalam keterangan pers, Rabu (4/7).
Dalam rentang 2006-2016, sedikitnya 3.100 pabrik tutup dan 32.000 pekerja kena PHK. Sebagian besar dari mereka adalah buruh pelinting. Sebab, hampir seluruh pabrik yang ditutup merupakan pabrik sigaret kretek tangan (SKT).
Data jumlah pekerja yang diberhentikan dikhawatirkan lebih banyak. Sebab, ada sejumlah pabrik yang tidak tergabung di asosiasi dan data mereka tidak terpantau.
Sudarto mengatakan, solusi untuk masalah itu harus komprehensif. Pemerintah harus melihat hingga ke akar masalahnya yakni semakin berkurangnya pabrik SKT.
Kini, berbagai kebijakan pemerintah memang tidak ramah SKT. Dengan berbagai alasan, pemerintah mendorong penurunan konsumsi rokok khususnya SKT.
Karena karakter produknya, konsumsi SKT butuh waktu lebih lama dibandingkan konsumsi sigaret kretek mesin (SKM). Padahal, berbagai regulasi mendorong waktu konsumsi rokok semakin singkat. Akibatnya, semakin banyak orang beralih ke SKM dan SKT ditinggalkan.
Sudarto mengatakan, pemerintah seharusnya mempertimbangkan juga nasib pekerja SKT. Pemerintah harus mencari solusi untuk kesejahteraan pelinting.
"Mereka juga warga negara Indonesia dan pemerintah harus hadir untuk mereka," kata dia.
[nes]
BERITA TERKAIT: