Jabatan Komjen Iriawan di Lemhanas tidak serta merta melepaskan keanggotaannya di Polri yang masih aktif.
Pasal 28 ayat 3 itu juga tidak mempersoalkan apakah anggota Polri menjabat jabatan struktural atau tidak di Polri, artinya berlaku untuk semua agggota Polri.
Ini mematahkan argumen Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Bahtiar yang menjadikan tidak menjabat struktural di Polri sebagai alasan mengangkat Komjen Iriawan sebagai Pejabat Gunernur Jawa Barat.
Jadi secara normatif, norma Lemhanas tidak menggugurkan norma kepolisian yang melekat pada Komjen Iriawan.
Jangan salahkan publik jika memiliki kecurigaan yang kuat pada setiap kebijakan atau keputusan publik yang berpotensi melanggar UU dan peraturan.
Apalagi sejak bulan Februari Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menyatakan tentang pembatalan usulan soal anggota Polri menjadi Penjabat (Pj) Gubernur.
Wiranto juga tidak menyatakan apakah anggota Polri memiliki jabatan struktural atau tidak di Polri, tetapi semua anggota Polri.
Dalam hal ini, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengaku sependapat dengan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto.
Kapolri Tito juga pernah mengatakan bahwa situasi saat ini rawan dipolitisasi sehingga dia dan Wiranto sepakat mengambil langkah pembatalan usulan.
Apa yang telah diputuskan Mendagri tanpa mempertimbangkan pandangan Menkopolhukam dan Kapolri jelas mengundang kecurigaan publik.
Ada kecenderungan ini perilaku akal-akalan dan memiliki tugas khusus untuk mengamankan kepentingan rezim di Jawa Barat.
Publik dalam hal ini dapat ajukan ke PTUN, tetapi bisa saja prosesnya lebih lama dari hasil Pilkada Jawa Barat.
Pemerintah sebagai pengguna sistem seharusnya dapat menjaga dan memelihara sistem bukan sebaliknya membelokkan sistem untuk kepentingan kekuasaan. [***]
Penulis adalah Direktur Eksekutif Local Government Strategic Studies (Logoss)
BERITA TERKAIT: