Untuk itu, selama bangunan fikih itu dipertahankan dalam sebuah otoritas maka di sana bisa disebut Wilayatul Faqih. Dalam Islam, fiqih itu luas bukan hanya terbatas pada satu madzhab saja. Untuk itu, madzhab fikih apapun bisa ikut andil dalam sistem Wilayatul Faqih. Bukanlah berlebihan bila 212 bisa jadi sebagai implementasi bangunan Wilayatul Faqih dalam pengertian luas, bukan dalam pengertian sempit. Segala gerakan berlandaskan kekuatan fiqih bisa dikatakan sebagai implementasi Wilayatul Faqih.
Bukan rahasia lagi bahwa kekuatan 212 di bawah pimpinan Imam Besar Habib Rizieq Shahab, menolak pemimpin kafir dan menyerukan ummat Islam di Indonesia supaya menggunakan hak demokrasi mereka sesuai dengan landasan fikih. Untuk itu dapat disimpulkan siapapun yang tidak dukung gerakan 212 sama halnya keluar dari sistem Wilayatul Faqih. Dengan ungkapan lain, segala upaya menolak landasan fikih dalam perilaku politik dan sosial , maka hal itu mengarah ke "Wilayatul Liberal."
Sejauh ini sebuah negara yang mendeklarasikan penerapan sistem Wilayatul Faqih adalah Iran. Tidak ada salahnya, saya dalam tulisan ini mengutip seorang ulama dan faqih yang tergabung dalam keanggotaan Dewan Gard Revolusi Islam Iran terkait pemimpin kafir. Ayatullah Muhammad Reza Mudaresi Yazdi, seorang anggota Dewan Garda Revolusi Islam Iran, menegaskan, "Mengacu pada pernyataan-pernyataan Imam Khomeini dan tolok-tolok ukur dalam pandangan para faqih (pakar fikih) Dewan Garda Revolusi Islam Iran, semua sepakat pada poin yang menjelaskan tidak dibenarkan minoritas menjadi wakil bagi mayoritas muslim di titik-titik yang di sana adalah mayoritas muslim." (Sumber klik di
sini).
Sebagai catatan, Dewan Garda Revolusi Islam Iran terdiri dari 12 anggota. Dari 12 anggota ada 6 orang dari Parlemen dan 6 orang lagi dari kalangan faqih atau pakar faqih yang ditunjuk langsung oleh Pemimpin Basar Iran Ayatullah Ali Khamenei. Dewan ini berfungsi menyaring semua keputusan Parlemen secara syariat dan hukum fikih. Bisa jadi parlemen sepakat pada sebuah keputusan tapi bila tidak disepakati oleh Dewan Garda yang berfungsi menyeleksi keputusan dari sisi hukum fikih, maka keputusan Parlemen gugur. Inilah implementasi Wilayatul Faqih yang sebenarnya dalam undang-undang Iran yang mengatasnamakan Islam dan otoritas ulama.
[***]
Alireza Alatas
Pembela ulama dan NKRI/SILABNA (Silaturahmi Anak Bangsa Nusantara)
BERITA TERKAIT: