Jokowi Ikuti Jejak Soeharto

Mau Ke Afghanistan

Selasa, 23 Januari 2018, 11:20 WIB
Jokowi Ikuti Jejak Soeharto
Presiden Soeharto dan Presiden Jokowi/Net
rmol news logo Bukan cuma Soeharto yang berani datang ke negara konflik, Presiden Jokowi sudah mantap ingin mengunjungi Afghanistan, negara yang masuk dalam zona merah alias rawan konflik. Tapi, apakah aksi heroik Soeharto yang tak mau mengenakan rompi saat mengunjungi Bosnia pada 1995 bakal diikuti juga oleh Jokowi ?

Jokowi memastikan akan datang ke Afghanistan. Dia dijadwalkan melakukan kunjungan bilateral ke lima negara pada 24-29 Januari 2018 yakni Sri Lanka, India, Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan. "Tetap," tegas Jokowi soal rencananya ke Afghanistan kepada wartawan di GOR Dempo, Jakabaring Sport City, Palembang, Sumatera Selatan, kemarin.

Masalahnya, Afghanistan tidak aman. Negara ini tengah menghadapi teror dari militan Taliban. Kelompok itu mengaku bertanggung jawab atas serangan mematikan ke hotel mewah Intercontinenal di ibukota Afghanistan, Kabul, Sabtu malam lalu, waktu setempat. Meski pasukan keamanan Afghanistan berhasil mengakhiri penyerbuan dan membebaskan ratusan tamu hotel, sedikitnya 18 orang tewas dalam baku tembak ini.

Mencekamnya Afghanistan sudah diketahui Jokowi. Meski sedang rawan, mantan Walikota Solo itu tak mengurungkan niatnya pergi ke sana dalam rangka kunjungan kerja. "Ya memang rencananya ke sana, biar tahulah kondisi sebenarnya yang ada di Kabul, di Afghanistan," katanya.

Keberanian Jokowi ini ditanggapi positif mantan Menteri Keuangan era Soeharto, Fuad Bawazier. Fuad lantas mengenang kisah heroik Soeharto yang enggan memakai rompi anti-peluru saat mengunjungi Bosnia di tahun 1995. "Pak Harto itu pemberani, dia sejak usia 20-an sudah menjadi gerilyawan, pemimpin perang. Tirulah keberaniannya," ujar Fuad kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

Selain berani, menurut Fuad, Soeharto juga punya argumentasi dan pertimbangan kenapa tidak menggunakan rompi saat ke Bosnia.

Salah satunya, seorang presiden pasti dikawal ketat saat berkunjung ke sebuah negara sekalipun negara konflik. Secara teknis, tidak mungkin penyerang menggunakan senapan untuk menembak langsung presiden. Kecuali, dengan serangan jarak jauh berupa sniper atau bom. "Rompi itu untuk menahan peluru pistol atau jarak dekat, nggak mungkin didekati," beber Fuad.

Tidak hanya mengapresiasi keberanian Jokowi, Fuad juga menantangnya berani melakukan hal serupa seperti Soeharto. Datang ke Afghanistan tanpa rompi anti-peluru.

"Presiden harus punya nyali, ke Afghanistan nanti nggak usah pakai rompa-rompi. Presiden pakai rompi itu kaya brimob, nggak pantes," sebutnya.

Menurut dia, tidak menggunakan rompi anti-peluru di daerah konflik juga wujud penghargaan terhadap tuan rumah. Artinya, itu menunjukkan Afghanistan dalam kendali dan sebagai dukungan terhadap pemerintahan yang sah. "Tapi kalau takut ya jangan datang," pungkasnya.

Sekadar latar, medio 1992-1995, konflik di Balkan memakan korban ribuan rakyat Bosnia. Tentara Serbia menggelar aksi kejam untuk memusnahkan etnis Bosnia. Pembantaian yang terjadi terhadap Muslim Bosnia tercatat sebagai genosida paling mengerikan setelah Perang Dunia II usai.

Di tengah baku tembak antara Bosnia dan Serbia, Presiden Soeharto berkunjung ke Balkan. Setelah bertemu Presiden Kroasia Franjo Tudjman di Zagreb pada tahun 1995, Soeharto pamit untuk melanjutkan perjalanan ke Sarajevo, ibukota Bosnia Herzegovina.

Soeharto sempat dilarang mendarat di Bosnia oleh pasukan keamanan PBB. Saat itu, ada kabar pesawat yang ditumpangi Utusan Khusus PBB Yasushi Akashi ditembaki saat terbang ke Bosnia. Namun insiden penambakan itu tidak membuat Soeharto gentar.

Singkat cerita, PBB mengizinkan Soeharto terbang ke Bosnia. Syaratnya, dengan menandatangani surat pernyataan risiko alias siap mati. Artinya, PBB tak bertanggung jawab jika suatu hal menimpa Presiden RI ini di Sarajevo. Setibanya di Sarajevo, Soeharto menunjukkan kelasnya, dia enggan menggunakan rompi anti-peluru seberat 12 kg. Tidak hanya itu, helm anti peluru juga ditanggalkannya. Hanya peci hitam yang melekat di kepala sang Presiden. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA