PILKADA SERENTAK 2018

Puja Kessuma: Paparkan Program Jangan Usung Isu SARA

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Senin, 08 Januari 2018, 11:59 WIB
Puja Kessuma: Paparkan Program Jangan Usung Isu SARA
Suhendra Hadi Kuntono/Net
rmol news logo . Para calon kepala daerah Pilkada Serentak 2018 dihimbau agar tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Pilkada tahun ini akan digelar pada 27 Juni di 171 daerah, yakni 17 provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten.

"Jangan sampai persatuan dan kesatuan Indonesia koyak gara-gara kontestasi dalam pilkada," kata Ketua Umum Putra Jawa Kelahiran Sumatera, Sulawesi dan Maluku (Puja Kessuma) Suhendra Hadi Kuntono, Senin (8/1).

Konflik berskala nasional, kata Suhendra, bisa dipicu oleh konflik di skala regional, apakah provinsi, kota atau kabupaten, sehingga penting bagi para calon kepala daerah untuk tetap menjaga iklim kondusif di daerah masing-masing.

"Apa yang dikatakan kandidat pasti akan diikuti pendukung. Kalau kandidat tetap cool (sejuk) dan smart (cerdas) dalam berkontestasi, niscaya situasi politik di daerah pun tetap kondusif," jelas sesepuh Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) ini.

Suhendra meminta para kandidat agar jangan menebar isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) dalam kampanyenya, seperti yang terjadi di Jakarta pada Pilkada 2017 lalu, yang menyebabkan rakyat ibukota nyaris terpecah dan berimbas ke tingkat nasional.

"Paparkan program, jangan usung isu SARA," pinta mantan Ketua Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Indonesia-Vietnam ini.

Setiap kandidat, kata Suhendra, harus siap menang dan siap kalah, jangan hanya siap menang. "Kalau menang jangan umuk (sombong), kalau kalah jangan ngamuk. Kekuasaan itu bukan tujuan, tapi sarana untuk menyejahterakan rakyat," paparnya.

Suhendara juga minta para kandidat dan parpol pendukungnya agar tidak menebar politik uang, karena selain masuk tindak pidana korupsi, politik uang juga tidak mendidik rakyat. Implikasi lanjutannya, begitu kandidat terpilih maka yang pertama muncul di benaknya adalah bagaimana bisa kembali modal. Segala cara akan dihalalkan, termasuk main proyek dan ngembat APBD.

Suhendra berpesan agar para kandidat tidak berlagak raja kecil bila terpilih. Dia tidak memungkiri, era otonomi daerah juga menimbulkan efek negatif, antara lain munculnya kepala daerah yang berlagak raja kecil di daerahnya. Mereka pun membuat peraturan daerah (perda) seenaknya, seperti perizinan tambang. Untuk memperbesar kekuasaan, mereka berprinsip, 'kalau bisa dipersulit, mengapa dipermudah?'.

"Sebab itu, tidak heran bila kemudian banyak kepala daerah ditangkap KPK karena terlibat suap terkait perizinan," papar Ketua Kelompok Kerja Perancangan Formulasi Peraturan Daerah Nasional 2016 bentukan Kementerian Hukum dan HAM yang merupakan inisiatif Puja Kessuma menyikapi moratorium dari Presiden Joko Widodo terkait ribuan perda bermasalah ini.

Suhendra pun menawarkan solusi, yakni perlunya dibentuk Badan Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah, atau apapun namanya, yang jelas tugas badan tersebut ialah melakukan sinkronisasi kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, terutama menyangkut perda bermasalah.

Badan ini, jelas Suhendra, bertanggung jawab langsung kepada Presiden, dan berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, dan kementerian terkait lainnya.

"Hasil kerja badan ini kemudian diserahkan kepada Presiden, dan dari Presiden diserahkan ke Mendagri untuk dijadikan bahan mengajukanexecutive review ke MA. Badan ini bersifat ad hoc(sementara), bilamana ribuan perda yang bermasalah itu sudah dibatalkan MA, maka badan ini bisa dibubarkan," urainya. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA