"Kita semua. Harus lebih kompak timnya," katanya dalam catatan awal tahun yang diterima redaksi, Minggu (7/1).
Dia mengatakan, mulai tahun ini pemerintah menerapkan strategi yang lebih reaching out atau lebih jemput bola dalam pembangunan ber4bagai sektor. Salah satunya memanfaatkan keberadaan dana-dana dari luar negeri untuk mempercepat pembangunan.
"Contohnya dana pensiun di Jepang yang bunganya nol persen. Kalau kita tawarkan dana tersebut dapat diinvestasikan di Indonesia dalam program yang berkesinambungan dengan bunga 3 4 persen, mereka pasti senang sekali. Kita juga untung karena hanya membayar bunga yang rendah, jauh di bawah rata-rata suku bunga kredit di Indonesia yang tercatat 11,45 persen, dan hanya setengah dari bunga pinjaman proyek LRT (Light Rail Transit) yang 8,25 persen," jelas Luhut.
Menurutnya, langkah itu tidak sulit dilakukan Indonesia karena sudah memperoleh kepercayaan dunia. Terbukti dengan meningkatnya rating Indonesia beberapa institusi internasional, seperti Fitch Ratings yang mencatat kenaikan peringkat dari BBB- ke BBB, Standard & Poors dari BB+ jadi BBB-/Investment Grade, dan Moody's Investors Service naik dari Stable menjadi Positive.
"Saya juga optimis bahwa rating Indonesia tahun ini akan lebih baik. Dampaknya akan luar biasa karena tingkat kepercayaan investasi pada kita makin tinggi," kata Luhut.
Dia mengatakan, strategi jemput bola penting dilakukan karena pemerintah harus aktif mendatangi investor secara profesional.
"Bukan kita yang menunggu didatangi. Apalagi sekarang kita seolah-olah muncul tiba-tiba di permukaan setelah selama ini Indonesia tenggelam di kancah dunia," ujar Luhut.
Ke depan, pemerintah tidak boleh lagi bergantung pada harga raw material saja. Di mana, industrialisasi harus dijalankan supaya bisa menambah nilai atau added value pada bahan mentah.
Lanjut Luhut, untuk mewujudkan langkah itu ada dua tantangan yang dihadapi. Pertama, masalah ketertinggalan teknologi. Negara-negara maju seperti Tiongkok saat ini sudah menggunakan teknologi robot dengan apa yang disebut sebagai Industry 4.0.
"Tantangan Indonesia adalah bagaimana dapat mengikuti kemajuan teknologi tersebut," katanya.
Tantangan kedua adalah bagaimana memperbaiki sumber daya manusia (SDM). Yang mana ketersediaan SDM berkualitas mutlak dimiliki Indonesia. Tidak bisa tidak.
"Jika tersedia SDM yang terampil maka kita tidak lagi perlu menerima tenaga kerja asing," ujar Luhut.
Untuk mengatasi ketersediaan SDM, pemerintah sudah memutuskan mengundang profesor-profesor kelas dunia agar mau bekerja di universitas-Universitas seluruh Indonesia.
"Opsi lain adalah mendorong kerja sama antara universitas top dunia dengan universitas dalam negeri seperti ITB, UI, UGM, dan sebagainya," beber Luhut.
[wah]
BERITA TERKAIT: