Berita ini diposting twitter seorang unknown pianis canis. Dia beri komentar, "GILA GORDENNYA BERAPA 'M' TUH DUWIT RAKYAT LAGI".
Oh, dia lagi - dia lagi. Twitter dan politik bukan psikoterapi yang pas. Mestinya dia konsultasi ke psikiater. Bukannya main sosmed.
Basuki-Djarot adalah manusia tanpa estetika. Mereka tidak butuh ruang dalam balaikota. Di era mereka, teras balaikota jadi pentas sandiwara. Regu kamera stand by di situ. Cekrak-cekrek dapet nasi bungkus.
Ruang internal pertama balaikota selalu kosong. Ruang ini antik dan luas. Arsitektur era kolonial. Semua gedung tua di Merdeka Selatan dihiasi tirai. Guess what...? Cuma balaikota Basuki-Djarot yang dibiarkan tak terawat. They did not care at all.
Sekarang, ruang dalam itu dipake Anies-Sandi. Berbagai acara temu warga sering di situ.
Tirai atau gorden mesti dipasang. Selain sebagai courtesy dan artistik, tirai berfungsi sebagai "light absorption" dan "heat insulating device".
Anggaran minim AC yang dikunci Basuki-Djarot ditanggulangi dengan tirai. Terik matahari siang yang bikin silau dan panas dikurangi oleh gorden-gorden ini.
Si Pianis canis (K-9) lebay dengan statemen 'M' itu. Hanya ada beberapa jendela besar. Tidak mungkin sampai serap anggaran miliaran rupiah. As a pervert peeping Tom, si pianis canis ini keliru bila mau ngintip undressed women di sana. Balaikota bukan public lavatory bro.
Opini Pianis canis ini masuk kategori "hate based opinion". Varian soft dari hatespeech. Dan seperti kata jargon umum, "hatesoeech is not opinion".
[***]Penulis adalah aktivis Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (Komtak)
BERITA TERKAIT: