Anggota KPI RI Nuning Rodiyah mengatakan publikasi itu bisa digunakan oleh KPI maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai rujukan untuk memberi sanksi kepada kontestan pemilihan maupun media apabila melakukan penayangan materi publikasi yang berbeda dengan yang sebelumnya telah direncanakan.
"KPI memberikan masukan untuk KPU agar meng-upload media plan di website. Ditayangkan media mana saja, frekuensinya, berapa spot, dan sebagainya. Agar semua orang bisa mengakses. Pasang di TV ini jam sekian, jam sekian, berapa kali. Sehingga kami kasih info ini ke pemantau dan analis kami untuk ngecek jika ada perbedaan dan penambahan di luar yang dijadwalkan," kata Nuning pada forum Evaluasi Kampanye Pilkada Serentak 2017 yang diikuti oleh 25 KPU provinsi, di Jakarta, Kamis (15/6).
"Nah informasi itu akan menjadi input bagi kami dan Bawaslu, KPU untuk melakukan teguran. Bisa menegur televisi, bisa menegur pasangan calon. Sehingga ke depan ini bisa diawasi dengan ketat," lanjut dia.
Hal itu berkaca pada penyelenggaraan Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu, di mana televisi tidak menayangkan iklan kampanye dari masing-masing pasangan calon dengan frekuensi yang sama.
"Karena temuan kami banyak, dan ini tidak hanya oleh salah satu stasiun TV. Contohnya kemarin di salah satu TV penayangan iklan calon A 13 kali, calon B 7 kali, calon C 11 kali, ini kan sudah menyalahi aturan. Karena harusnya KPU itu pasangnya semua pasangan calon tujuh kali," ujar Nuning.
Nuning mengindikasikan, perbedaan frekuensi penayangan iklan kampanye tersebut bisa dipengaruhi oleh kedekatan pasangan calon dengan kepemilikan media. Selain itu, ia juga berpendapat hal itu dipengaruhi oleh oknum yang melakukan pendekatan-pendekatan kepada media, sehingga pihaknya mendapat porsi tambah.
"Penambahan frekuensi penayangan oleh oknum ini, bisa jadi oleh partai politik, bisa jadi tim sukses, bisa jadi TV yang bersangkutan. Ada permainan untuk nambah insert, lobi sama TV dan sebagainya, atau tim marketingnya TV main-main, bisa jadi juga karena TV yang punya afiliasi kepada pasangan calon tertentu, sehingga frekuensinya ditambahi sendiri," ujar Nuning.
Untuk menjaga ketenangan suasana dalam penyelenggaraan pemilihan, Nuning meminta lembaga penyiaran untuk berkomitmen menjaga independensi, keberimbangan, non diskriminatif, serta proporsional sesuai kaidah dan prinsip jurnalistik.
"Untuk pemberitaan, kita meminta kepada lembaga penyiaran untuk komitmen menjaga independensi, menegakkan prinsip-prinsip jurnalistik, keberimbangan dan proporsional, dan tidak mendiskreditkan kelompok tertentu," tukasnya dilansir dari laman KPU.
[rus]
BERITA TERKAIT: