KPK Jangan Hanya Bersandar Ke Publik

Belalah Diri Secara Terbuka Di DPR

Selasa, 13 Juni 2017, 09:30 WIB
KPK Jangan Hanya Bersandar Ke Publik
Foto/Net
rmol news logo Rencana KPK berlindung ke Presiden Jokowi dari hak angket DPR ternyata tak berbuah manis. Pemerintah menyatakan tak mau ikut campur. Pengamat pun menyarankan KPK gentle saja. Hadapi DPR secara terbuka, dan tak hanya bersandar kepada publik.

Menkumham Yasonna Laoly menegaskan, Presiden Jokowi tak akan mengintervensi proses hak angket yang menjadi kewenangan DPR. Dia takut, jika Presiden turun tangan justru akan mengarahkan bola panas politik kepada Presiden.

"Apa yang harus dilakukan Presiden dan pemerintah? Kan tidak ada. Jangan-jangan nanti Presiden yang diangket," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.

Yasonna menjelaskan, hak angket merupakan salah satu hak yang melekat kepada setiap anggota parlemen. Dalam bernegara, tiga lembaga: eksekutif, legislatif, dan yudikatif memiliki hak masing-masing yang tak bisa diintervensi.

Politisi PDIP itu mencoba meyakinkan kalau pemerintah tetap mendukung KPK dalam memberantas wabah korupsi di Tanah Air. Presiden pun sebelumnya berulang kali menyatakan, dukungan pemerintah kepada KPK tidak perlu dipertanyakan.

Pemerintah juga mendukung penguatan dan menolak segala upaya pelemahan lembaga yang dipimpin Agus Rahardjo ini. "Iya, tapi kami tidak mencampuri. Ini cabang-cabang kekuasaan," ujar Yasonna.

Awalnya, hak angket terhadap KPK ini diusulkan sejumlah anggota Komisi III DPR. Mereka ingin menyelidiki pengakuan anggota Komisi III DPR Miryam S Haryani yang menyatakan ditekan sejumlah rekannya dalam kasus e-KTP. Mereka tak ingin Miryam buka-bukaan soal aliran dana di kasus ini.

Mereka yang disebut Miryam kepada penyidik KPK sebagai pengancamnya adalah Aziz Syamsudin, Masinton Pasaribu, Syafruddin Suding, Desmon J Mahesa serta Bambang Soesatyo.

Singkat cerita, terbentuklah pansus angket KPK ini dengan diketuai oleh Agun Gunandjar. Agun, memproyeksikan anggaran Pansus mencapai Rp 3,1 miliar hingga akhir masa tugas, yakni 60 hari masa kerja sejak dibentuk pansus angket.

Begitu pansus terbentuk pada 30 Mei silam, KPK langsung beraksi. Ketua KPK, Agus Rahardjo mengatakan menunggu sikap Presiden Jokowi ihwal angket ini. Dia yakin, Jokowi memantau perkembangan angket ini dan dikhawatirkan dapat melemahkan KPK.

"KPK tidak harus lapor ke Presiden, tapi Presiden pasti mengamati. Mudah-mudahan Presiden mengambil sikap," ujar Agus saat menghadiri Konvensi Anti Korupsi Pemuda Muhammadiyah di Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta, Sabtu (10/6).

Agus menyampaikan, KPK berpandangan pelaksanaan hak angket terhadap KPK tak tepat. Pasalnya, menurut dia, pelaksanaan angket justru memperlemah kelembagaan KPK. Sementara, kata dia, KPK saat ini lebih memerlukan penguatan kewenangan, bukannya evaluasi terhadapnya.

"Di Indonesia kan ada harapan bagaimana korupsi bisa diminimalkan, bisa dihilangkan. Karena itu, semestinya gerakannya memperkuat untuk menghilangkan korupsi," ujar Agus.

Anggota Pansus Angket KPK, Masinton Pasaribu menyebut pembentukan angket KPK tak menyalahi UU MD3. KPK menurutnya adalah lembaga yang melaksanakan perundang-undangan.

"Jadi KPK itu adalah objek dalam penyelidikan hak angket. Itu kata undang-undang bukan kata saya dan DPR," kata Masinton, kemarin.

Politisi PDIP ini menyarankan, KPK tak risih dengan kehadiran hak angket ini. Masinton meminta KPK tetap santai menghadapi Pansus Angket. "Kalau bersih ngapain risih, kalau jujur ngapain takut, hadapin aja. Angket ini bukan ngapa-ngapain kok. Agus Rahardjo lebay aja minta bantuan Presiden segala," katanya.

Bukan KPK namanya kalau tidak menyita perhatian publik. Begitu hak angket ini bergulir. Berbagai pendukungnya langsung muncul. Lembaga anti rasuah ini, memang populer di masyarakat karena diharapkan mampu menghilangkan wabah korupsi di tanah air.

Salah satu dukungan publik itu tertuang dalam petisi menolak hak angket terhadap KPK di situs change.org. Hingga semalam, petisi itu sudah menjaring 42.437 pendukung. Petisi ini, diunggah oleh Virgo Sulianti Gohardi.

Menanggapi ini, pengamat hukum politik dari Universitas Parahiyangan, Prof. Asep Warlan Yusuf menyarankan agar KPK tidak perlu takut menghadapi DPR. Menurutnya, DPR itu justru menjadi panggung bagi KPK untuk memperkuat lembaga antikorupsi ini.

"Jadi jangan hanya bersandar ke publik saja, apalagi pemerintah. Ini momentum bagi KPK untuk membela diri secara terbuka di DPR," ujar Asep, kepada Rakyat Merdeka, semalam.

Menurutnya, pemerintah tak punya kewenangan untuk menghalangi DPR menggunakan hak angket. Pasalnya, jika pemerintah memaksakan diri mengintervensi DPR, justru menjadi bumerang politik terhadap pemerintah dan membuat suasana semakin gaduh. "Karena itu hadapi saja," katanya.

Asep mengatakan, hak angket belum tentu berujung kepada pelemahan KPK. Bisa saja, ini bermuara kepada penguatan KPK karena salah satunya mengenai perbaikan kinerja KPK. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA