Jangan Jadi Kompor Apalagi Bergaya Diktator

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Jumat, 02 Juni 2017, 14:59 WIB
<i>Jangan Jadi Kompor Apalagi Bergaya Diktator</i>
Ilustrasi/net
rmol news logo . Kebisingan paska Pilkada Jakarta dan sidang Ahok masih saja terus berlangsung.

Perang di dunia maya entah kapan selesainya.

Semua ingin jadi pemain, peran wasit dan hakim garis nyaris tidak terlihat.

Hari Lahir Pancasila yang diperingati 1 Juni kemarin, juga tidak ketinggalan jadi bahan "olok-olokan" di media sosial.

Slogan atau tagline #SayaPancasila dan #SayaIndonesia yang digemakan pada peringatan itu oleh sebagian orang dinilai kurang tepat. Kenapa tidak menggunakan #KitaPancasila saja, kata mereka.

Tidak sampai disitu, penggunaan kata "Pancasila" bukan "Pancasilais" pada kalimat #SayaPancasila juga mendapat kritikan.

"Pancasila itu kata benda. Kata sifatnya Pancasilais. Kalau mau nulis yang tepat Saya Pancasilais. Kita jadi kusut karena kurang rendah hati iqra" kata penggiat citizen journalism Iwan Piliang di akun Twitter-nya.

Kebisingan diperparah dengan sikap main hakim sendiri alias intimidasi yang mulai jadi tren di tengah masyarakat.

Main hakim sendiri belakangan ramai diperbincangkan dengan istilah "presekusi".

Dugaan kriminalisasi terhadap ulama dan aktivis juga ikut meramaikan pro dan kontra warga netizen.

Maka tidak berlebihan, saat ini media sosial dibanjiri dengan keributan yang tidak ada penyelesaiannya.

Hiruk-pikuk di media sosial ini harus segera dihentikan.

Selain pengguna media sosial harus sadar dan mau belajar, pemerintah dan penegak hukum juga harus tegas plus adil.

Situs atau akun media sosial yang dianggap menyebarkan ujaran kebencian, fitnah dan merendahkan pihak lain, harus diblokir.

Untuk pelakunya, harus dikejar dan diberi sanksi sesuai perundang-undangan.

Namun, sebelum itu dilakukan, sebagai negara demokrasi, pemerintah harus membuka ruang untuk klarifikasi.

Catatan penting, pengguna media sosial harus bijak. Upload dan bagikanlah konten-konten yang mencerahkan.

Bukan menjadi kompor penghasut yang bisa meledakkan suasana.

Atau, bak diktator yang sesuka hati berbut main hakim sendiri.

Untuk bijak menggunakan media sosial ada berapa kode etik yang harus diingat:

Pertama, jangan mudah percaya alias harus kritis dengan postingan atau data di situs media sosial.

Kedua, berpikir sebelum bertindak membuat postingan, menanggapi atau menyebarkan.

Ketiga, jangan mudah terpancing dan emosi di media sosial.

Keempat, jangan mengandalkan media sosia sebagi tempat belajar dan menjadikannya sebagai sumber utama.

Kelima, lakukan tabayyun atau konfirmasi terkait informasi yang beredar di media sosial.

Terakhir, mari ber-media sosial dengan penuh etika, norma hukum dan norma agama. Dengan begitu ketersinggungan yang dapat memicu konflik dan disintegrasi sosial, bisa diminalisir dan dihilangkan.

Ingat, pengendalian diri adalah awal dari pengendalian sosial. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA