Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jenderal Teladan

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/m-hatta-taliwang-5'>M. HATTA TALIWANG</a>
OLEH: M. HATTA TALIWANG
  • Selasa, 28 Maret 2017, 11:12 WIB
SEJENAK kita menoleh ke belakang tentang kehidupan jenderal-jenderal teladan Angkatan Darat. Kita pasti tidak lepas dari nama-nama besar: Sudirman, TB Simatupang, AH Nasution, M Jusuf dan lain-lain.

Sudirman hanya saya baca kisah hidupnya singkat namun sangat patriotik. TB Simatupang saya baca bukunya "Laporan dari Banaran, Pelopor Dalam Perang Pelopor Dalam Damai dan Saya Adalah Orang Yang Berhutang" saya mendapat kesan beliau orang cerdas, berwawasan luas dan penuh teladan.

Tentang Jenderal Jusuf, hanya satu buku yg saya baca tentangnya "Jendral M Jusuf, Panglima Para Prajurit". Beliau orang pemberani (berani gebrak meja di depan Presiden Soeharto) dan penampilannya sederhana, spontan dan disayangi prajurit. Bagi yang sudah dewasa di tahun awal 80-an tentu kenal siapa Jenderal Jusuf.

Khusus Jenderal Besar AH Nasution kebetulan saya kenal dekat sejak tahun 1973 sampai dengan wafatnya tahun 2000. Warisannya antara lain buku 11 Jilid Sejarah Perang Kemerdekaan yang kalau disusun mungkin setinggi 50 cm tebalnya, ditambah biografinya: "Memenuhi Panggilan Tugas sekitar 10 Jilid" juga cukup tebal. Kehidupannya sangat sederhana. Rumah Jalan Teuku Umar 40 Menteng adalah warisan mertuanya. Setelah Jenderal Nasution wafat rumah tersebut dijual, hasilnya dibagi tiga (Ibu Nasution bersaudara tiga orang). Rumah tersebut dibeli Pemerintah lalu dijadikan Museum AH Nasution. Apakah ada warisan kebendaan lain? Saya kira dilacak kemanapun tak akan ditemui. Keluarga di kampungnya di Tapanuli Selatan (Kotanopan) saya yakin tetap hidup sederhana. Padahal Nasution adalah KSAD terlama (sejak awal 1950-an sampai tahun 1962), dan orang nomor dua paling berkuasa di era Soekarno.

Lunturnya nilai-nilai kesederhanaan, kejujuran, patriotisme dan lain-lain yang pada tahun 70-an dikenal dengan istilah "erosi idealisme", mungkin dimulai pada era Orde Baru seiring masuknya kapitalisme dengan nilai-nilai ikutannya pragmatisme, hedonisme, transaksionalisme, individualisme, liberalisme, exibitionisme dan lain-lain.

Diperparah lagi di era Reformasi ini. Saya yakin jenderal-jenderal senior dan teladan itu seandainya bisa bangkit lagi dari liang lahatnya pasti akan geleng-geleng kepala atau malah tak kuat lagi menyaksikan tingkah, sikap dan gaya hidup junior-juniornya sekarang. Tentu tidak semua. Karena diantara jenderal yang makmur itu banyak juga yang masih terancam diusir dari rumah komplek yang dihuni sejak berdinas tetapi tidak mampu membeli rumah setelah pensiun.

Masih banyak prajurit yang memberi hormat keatasannya dengan standar militer resmi tanpa harus mencium tangan atasannya.

Tentu kita juga tidak bermimpi agar mereka hidup seperti sebagian senior-seniornya dalam keprihatinan dan kesulitan ekonomi. Tetapi paling tidak mereka tetap punya nilai kejuangan, keprihatinan dan kepedulian atas nasib rakyat dan bangsanya, tidak mencontoh sebagian seniornya yang terbawa arus kapitalisme serta nilai-nilai ikutannya yang melunturkan idealisme.

Jenderal Soedirman berpesan: "Ingat, bahwa prajurit Indonesia bukan prajurit sewaan, bukan prajurit yang menjual tenaganya karena hendak merebut sesuap nasi dan bukan pula prajurit yang mudah dibelokkan haluannya karena tipu dan nafsu kebendaan, tetapi prajurit Indonesia adalah dia yang masuk ke dalam tentara karena keinsafan jiwanya, atas panggilan ibu pertiwi. Dengan setia membaktikan raga dan jiwanya bagi keluhuran bangsa dan negara".
 
Catatan:
1. Jika untuk menjadi jenderal atau panglima saja harus didukung oleh kapitalis taipan. Maka pertanyaannya, masih adakah jenderal teladan dan panglima idealis seperti yang disebutkan di atas?

2. Terorisme paling kejam saat ini adalah terorisme ekonomi yang menguasai kekayaan dan sumber daya alam di tengah kemiskinan rakyat. terorisme paling jahat saat ini adalah terorisme lingkungan yaitu para kapitalis taipan yang membakar jutaan hektar lahan dan hutan di sepanjang sumatera dan kalimantan. Terorisme yang paling biadab saat ini adalah terorisme keuangan yang membobol bank dan merampok keuangan negara melalui BLBI.

3. Apakah masih ada jenderal atau panglima yang berani melawan teroris ekonomi dan sumber daya alam tersebut? Apakah masih ada panglima idealis yang berani melawan terorisme lingkungan? Apakah masih ada panglima pancasilais yang berani melawan para teroris keuangan tersebut?

4. Jika tidak ada, maka omong kosong teriak pancasila harga mati, bukankah di dalam sila pancasila itu harus tegak nilai-nilai kemanusian yang adil dan beradab serta keadilan sosial di dalam kehidupan bangsa dan negara?

Mari kita bersatu dan berteriak" NKRI harga obral dan pancasila harga diskon". [***]

Penulis adalah Direktur Eksekutif Institute Ekonomi Politik Soekarno Hatta (IEPSH)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA