Begitu dikatakan peneliti Asosiasi Sarjana Hukum Tata Negara (ASHTN), Mei Susanto dalam surat elektronik yang dikirimkan ke redaksi, Minggu malam (13/11).
Dia menegaskan, aksi unjuk rasa yang dilakukan sejumlah kalangan belakangan juga tidak bisa dijadikan patokan.
Susanto mengatakan, dalam Pasal 7A UUD 1945 jelas disebutkan bahwa impeachment bisa dilakukan apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa korupsi, penyuapan, pengkhianatan terhadap negara, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
‎"Apakah dalam kasus yang saat ini terjadi Presiden melakukan perbuatan tersebut? Menurut saya tidak ada. Jadi kalau Presiden Jokowi melihat banyaknya demonstrasi 4/11 yang dianggap akan melakukan impeachment itu mengada-ada dan terlihat seperti ada phobia," jelasnya.
Susanto juga mengingatkan, impeachment Presiden atau Wakil Presiden itu melibatkan setidaknya tiga lembaga negara, yakni DPR, MK dan MPR. Maka, tidak mudah untuk melakukan penggulingan terhadap Jokowi.
"Apalagi di DPR sekaligus MPR tentunya mayoritas fraksi adalah pendukung pemerintahan Jokowi, sangat aneh mengingat juga Jokowi bukanlah tipe Presiden yang tidak mau bertemu rakyat," ujar Dosen Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran Bandung ini.
Karenanya, Susanto mengimbau Presiden Jokowi agar tidak khawatir alias santai saja. Sebab, demonstrasi adalah suatu hal lumrah dalam demokrasi.
"Kecuali, Presiden merasa‎ khawatir diimpeachment apabila memang ia sebenarnya memenuhi syarat untuk diimpeach tersebut," pungkasnya.
[sam]
BERITA TERKAIT: